Skip to main content

Rahasia Mengapa Harta yang Disedekahkan Justru akan Bertambah


Rahasia Mengapa Harta yang Disedekahkan Justru akan Bertambah 

“ Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim)
Sahabat, memang sangat aneh terdengar di telinga, bagaimana mungkin uang yang disedekahkan untuk orang lain, bukannya mengurangi, tapi malah bisa menambah harta kita? Secara hitung-hitungan Matematis dan Ekonomis tentunya hal ini di luar kelaziman, tetapi faktanya memang demikian. Bahkan yang menyatakan hal ini adalah manusia paling terpercaya, yakni Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Penasarankah apa rahasia di balik pernyataan ini?
Beberapa poin berikut merupakan sebagian alasan mengapa harta yang disedekahkan justru dapat menambah jumlah harta tersebut:
1. Janji Allah pada orang-orang yang mengeluarkan uangnya untuk berinfak atau bersedekah, bahwa Allah akan berinfak pula pada mereka
“Berinfaklah wahai anak Adam, niscaya Aku berinfak kepadamu!” (Muttafaq ‘Alaih)
Ketika seseorang bersedia mengeluarkan uangnya untuk berinfak, pada saat yang sama Allah pun bersedia untuk berinfak padanya, dan meluaskan rezekinya. Maka, bagaimana mungkin hartanya akan berkurang? Sebaliknya, orang yang mengikuti bisikan syetan untuk merasa takut berinfak karena khawatir miskin, sehingga kikir dalam bersedekah justru telah tertipu. Karena kekikirannya itu justru membuat Allah menahan karuniaNya.
“Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 268)
2. Allah menjanjikan akan mengganti apapun yang dikeluarkan hambaNya yang bersedekah. Sahabat, bagaimana mungkin harta akan berkurang jika Allah berjanji akan menggantinya? Hal ini jelas dinyatakan dalam firmanNya:
Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)
3. Memperoleh ganjaran hingga ratusan kali lipat dari yang dikeluarkan
Ini sama saja seperti seorang bos yang mengatakan pada kita, “Saya pinjam dulu uangmu, jika kamu bersedia pinjamkan akan saya ganti berkali lipat.” Bukankah amat menguntungkan? Demikianlah yang Allah janjikan pada para hambaNya.
“Jika kalian meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya Allah melipat gandakan (pembalasannya) kepada kalian dan mengampuni kalian. Dan Allah Maha Pembalas Jasa lagi Maha Penyantun”. (QS. At-Taghabun: 17). Dalam ayat lain, Allah mempertegas hal ini:
“Barang siapa meminjami Allah dengan pinjaman yang baik maka Allah melipatgandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah menahan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. Al Baqarah: 245)
Bahkan sungguh dahsyat, Allah akan melipatgandakan ganjaran sedekah hingga ratusan kali lipat.
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)
Sahabat, sungguh beruntung orang-orang yang meyakini janji Allah, dan oleh sebab itulah mereka mendapat ganjaran berkali lipat dari apa yang mereka keluarkan untuk sedekah. Semoga kita termasuk bagian dari golongan tersebut. (SH)
Efek Buruk Jarang Sedekah
Sahabat, tahukah bahwa jarang sedekah bisa mendatangkan efek buruk dalam hidup seseorang? Selengkapnya, berikut ini beberapa efek buruk akibat jarang sedekah:
1. ‘Berutang’ setiap hari
Mengapa berutang? Karena faktanya kita memiliki kewajiban bersedekah setiap harinya. Bahkan setiap ruas tulang kita pun memiliki kewajiban untuk bersedekah. Nabi shollallahu ’alaihi wasallam bersabda:
Hendaklah masing-masing kamu bersedekah untuk setiap ruas tulang badanmu pada setiap pagi. Sebab tiap kali bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah yang mungkar adalah sedekah. Dan sebagai ganti dari semua itu, maka cukuplah mengerjakan dua rakaat sholat Dhuha,” (HR Muslim 1181)
Artinya, dengan tidak menunaikan sedekah, setiap ruas tulang kita berutang setiap harinya. Padahal bisa kita bayar kewajiban sedekah tersebut dengan berbuat kebaikan, berdzikir, atau melaksanakan shalat Dhuha. Jika tetap enggan bersedekah, tentu saja suatu hari utang tersebut harus dibayar, misal dengan masalah kesehatan yang harus kita hadapi. Inilah yang dinamakan dengan ‘adzab’ karena tidak bersyukur.
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih,” (QS. Ibrahim: 7)
2. Sulit merasakan nikmatnya harta yang dimiliki
Pernahkah mengenal orang kaya raya yang terlihat tidak menikmati hidupnya? Ia memiliki banyak rumah, mobil, deposito, dan bisa melakukan apapun yang ia inginkan dengan uangnya, namun ia tampak tidak bahagia.
Sahabat, memang hal tersebut tidak mengherankan, karena siapa pun yang tidak mau menyedekahkan sebagian harta yang dimilikinya untuk orang lain, niscaya akan kesulitan merasa nikmat atas harta yang dimilikinya. Entah karena ia tertimpa penyakit berbahaya, atau kebakhilan telah membuatnya takut kehilangan dunia, sehingga hidupnya tidak tenteram.
Sebaliknya, sesedikit apapun harta yang kita miliki, namun jika masih bersedia berbagi dengan orang lain, itu berarti kita telah memiliki kekayaan hati, dan dari kekayaan hati itulah kita bisa mereguk kenikmatan hidup yang tak terkira.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku, “Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?”. “Betul,” jawab Abu Dzar. Beliau bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?” “Betul,”. Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa. Lantas beliau pun bersabda,
Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas),” (HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)
3. Hartanya akan menjadi musuhnya kelak di akhirat
Sungguh rugi orang yang enggan bersedekah karena tidak menyadari bahwa semua harta kekayaan yang disimpannya suatu hari nanti berbalik menjadi musuhnya.
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah: 34-35).
Sahabat, setelah mengetahui betapa buruk efek jarang bersedekah, semoga hati kita senantiasa tergerak untuk berbagi kebaikan apapun yang dapat kita lakukan dan berikan.. (Sumber: tabungwakaf.com)
********************************
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF. Email: ustazsofyan@gmail.com



Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...