Skip to main content

Ukuran Tradisi Hidup Sederhana

Ukuran Tradisi Hidup Sederhana

"Allah SWT. telah mewahyukan kepada Daud a.s. dengan firmanNya: Wahai Daud, perumpamaan dunia itu laksana bangkai, dimana anjing-anjing berkumpul mengelilinginya, menyeretnya kesana kemari. Apakah engkau suka menjadi seekor anjing, lalu ikut bersama mereka menyeret bangkai itu kesana kemari? Wahai Daud berlemah-lembutlah dalam perkataan dan sederhanalah dalam berpakaian. Ketenaran namamu di khalayak orang ramai tidak akan serupa selama-lamanya dengan apa-apa yang diperoleh di akhirat." (Hadis Qudsi riwayat al-Madani di dalam kitabnya).
Dari sejarah atau kisah para Nabi, nama Daud a.s. sudah begitu akrab di telinga kita. Beliau adalah termasuk di antara para nabi yang mesti kenali. Nabi Daud a.s. ialah ayah kepada Nabi Sulaiman a.s. yang asal-usul keturunannya bersambung sampai kepada Nabi Ibrahim al-Khalil a.s. Beliaulah yang menerima kitab Zabur dari Allah SWT. (Q.S. al-Isra; 55).
Dalam hadis Qudsi di atas, Allah SWT. telah memberikan bimbingan dan petunjuk kepada Nabi Daud a.s. tentang kehidupan dunia. Dimana Nabi Daud a.s. diperintahkan untuk mengamalkan tiga hal utama: pertama, mengucapkan perkataan dengan lemah-lembut, tenang dan berwibawa.
Kedua, mampu mengendalikan hawa nafsunya, sehingga tidak diperdayakan oleh kehidupan dunia yang penuh dengan kemewahan, kelezatan dan kesenangan yang membutakan hati. Bagi siapa yang berhasil diperdayakan oleh dunia, hadis qudsi diatas mengumpakannya seperti seekor anjing yang menggusur bangkai ke tempat yang dia mau.
Ketiga, menampilkan gaya hidup sederhana.
Melihat realitas yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita, terutama di kawasan perkotaan, prinsip hidup sederhana masih belum diamalkan secara komprehensif. Penerapan prinsip ini bagi banyak orang memang masih sulit untuk diwujudkan, baik dalam lingkungan pribadi, keluarga ataupun masyarakat.
Tak terkecuali, dalam lingkungan pemerintahan atau pun lembaga-lembaga swasta. Tidak sedikit di antara mereka yang lebih suka menampilkan kemewahan secara berlebihan, maraknya budaya hidup boros, glamour dan lain-lain. Sementara kemiskinan masih ada di mana-mana.
Bagi orang yang beriman tidak sepatutnya melakukan perbuatan seperti itu, karena Islam telah memerintahkan kepada umatnya untuk mengamalkan tradisi atau pola hidup sederhana.
Seorang muslim yang baik dan bijak akan selalu menampilkan hidup sederhana dan berusaha untuk menjauhi gaya hidup mewah dan berlebihan. Meskipun dirinya adalah sebagai seorang pemimpin, dia akan tetap mengutamakan kesederhanaan dalam segala hal, mulai dari cara berpakaian, bertempat tinggal, berkendaraan, dan sebagainya. Harga pakaian yang dipakainya tidak terlalu mahal, rumahnya bersahaja, dan mobilnya pun tidak perlu berkelas tinggi. Sederhana.
Kemungkinan besar, setiap orang memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai ukuran hidup sederhana. Seseorang beranggapan bahwa dirinya sudah menampilkan tradisi hidup sederhana, tetapi orang lain memandangnya mewah dan berlebihan. Sebaliknya, ada yang merasa mewah, tapi orang lain justru melihatnya sederhana.
Jadi, untuk menghindari perbedaan asumsi di atas, Ibn Umar r.a. telah memberikan batasan secara gamblang tentang ukuran pola hidup sederhana. Sebuah riwayat menyebutkan, bahwa Ibn Umar r.a. pernah ditanya: "Apakah pakaian yang baik untuk dipakai?" Beliau menjelaskan: "yaitu pakaian yang tidak dicemooh oleh orang-orang yang budi pekertinya rendah dan tidak pula dicela oleh orang-orang yang bijaksana." Orang itu bertanya lagi: "Jadi yang bagaimana?" secara spontan, Ibn Umar menjawabnya: "yang sederhana, tidak terlalu murah dan tidak pula terlalu mahal". Wallahu 'alam bi Showab

Tulisan: Agustianto M.Ag

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...