Skip to main content

Prinip dan Filosofi Takaful Syariah

Prinsip dan Filosofi Takaful Syariah 


Kehadiran Asuransi Takaful Syariah di Indonesia., sebenarnya terbilang masih hijau atau berusia sangat relatih muda. Takaful Keluarga berdiri tahun 1994, sedang Takaful Umum berdiri 1995 di Jakarta. Di kota Medan (pertama di Sumatera), perwakilan Takaful Syariah baru berdiri pada tahun 1995. Banyak analisis mengatakan, bahwa salah satu hambatan sosialisasi Takaful Syariah ini, adalah karena minimnya informasi lewat media massa. Sehingga banyak masyarakat luas yang tidak mengetahui informasi secara lengkap seputar Asuransi Takaful ini. Padahal kehadiran Asuransi Takaful merupakan institusi baru bagi umat Islam untuk bermuamalah secara islami.
Berdasarkan latar belakang itulah, tulisan ini mencoba menyuguhkan sebuah wacana dan informasi ringkas tentang Takaful. Dalam wacana ini, hanya dipresentasikan seputar pengertian Asuransi Takaful serta prinsip-prinsip atau bangunan filosofi yang digali dari Al-Qur’an dan Sunnah.

Pengertian

Asuransi Takaful adalah asuransi yang dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan Hadist.
Yang dimaksud dengan “Dijalankan dengan prinsip-prinsip syariah Islam”, ialah bahwa dalam beroperasinya, mengikuti ketentuan-ketentuan syariah, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat itu dijatuhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba, gharar (ketidakpastian), maysir (judi), jual beli sharaf (akad tabaduli) dan unsur-unsur terlarang lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan hadist ialah, bahwa tata cara operasi Asuransi Takaful mengikuti petunjuk Al-Quran dan Hadist, baik suruhan seperti keharusan tolong menolong, saling menanggung dan sebaginya ataupun larangan yang yang tercantum di dalam keduanya, seperti larangan riba, manipulasi, judi dan sebagainya. Mengacu kepada Al-Quran dan Hadist juga berarti, bahwa prinsip-prinsip dan dasar-dasar filosofi Asuransi Takaful dibangun di atas paradigma Al-Quran dan Hadist dan sesuai dengan pandangan dunia (welstan-chaung) keduanya. Seperti prinsip tauhid, ta’awun (tolong menolong), saling menyayangi dan saling melindungi (menjamin).

Prinsip dan Dasar Filosofi

Sebagaimana disebut di atas bahwa prinsip dan dasar filosofis Asuransi Takaful berasal dari Al-Quran dan Sunnah. Setidaknya, ada tiga prinsip dan dasar filosofis Takaful yang digali dari Al-Quran dan Sunnah, yaitu 1. Prinsip tauhid, 2. Tolong menolong, 3. Saling melindungi dan menyayangi.
1. Tauhid
Tauhid merupakan wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia, termasuk kegiatan asuransi. Jadi, seluruah kegiatan Asuransi Takaful, didasari oleh sebuah doktrin Islam dan fundamental yang disebut dengan tauhid. Muatan konsep tauhid dalam tataran ini adalah iman dan taqwa. Seseorang yang masuk dan menceburkan diri dalam kancah Takaful, baik pengelola maupun nasabahnya (pemegang polis), harus mendasarkan aktivitasnya kepada iman dan taqwa, manusia akan bersifat jujur, adil, amanah, dan bertanggungjawab. Jujur, adil, dan amanah merupakan dasar bisnis yang fundamental. Sedangkan pertanggungjawaban tersebut, tidak saja terhadap manusia, tetapi juga kepada Allah swt.
Syed Nawab Haidar an-Naqwi, intelektual India kontemporer yang terkemuka, dalam buku Etika dan Ilmi Ekonomi, memaparkan empat aksioma ekonomi Islam, yaitu tauhid, keadilan, kebebasan dan tanggungjawab.
Tauhid menurutnya, adalah prinsip fundamental aktivitas ekonomi manusia muslim. Tauhid menyadarkan manusia sebagai makhluk Ilahiyah, sosok makhluk yang bertuhan, dengan demikian seluruh kegiatan asuransi tidak terlepas dari pengawasan Allah dan dalam rangka melaksanakan titah Tuhan (QS. 62: 10).
Manusia yang bertauhid dalam menjalankan setiap aktivitasnya adalah sosok yang mempunyai kesadaran ketuhanan. Kesadaran ketuhanan, tidak saja mewujudkan insan jujur, amanah dan bertanggungjawab, tetapi juga memberikan vitalitas dengan daya kreatif dan dinamis. Itulah sebabnya, Rasulullah menegaskan, supaya dalam setiap aktivitas, kita menghadirkan Allah dalam kesadaran kita. Nabi bersabda, “Setiap aktivitas yang baik, tidak dmulai dengan nama Allah, maka aktivitas itu tidak berakah.”
Menyebut nama Allah sudah barang tentu mengandung arti komitmen dan konsisten kesadaran kita terhadap Allah dalam keseluruhan aktivitas kita. Lebih lanjut, hal itu berarti bahwa kita membawa Allah ke dalam keseluruhan kehidupan kita. Konsekwensinya, adalah bahwa di satu pihak kita harus menjunjung norma-normanya (norma ekonomi Islam) serte bekerja secara optimal dan sempurna dalam setiap profesi dan kedudukan yang dipercayakan kepada kita, dan pihak lain kita merasa dibimbing dan dilindungi Allah setiap saat. Oleh karena itu kita senantiasa tegar dan dinamis, efisien dan efektif dalam hidup ini. Sebab, Allah senantiasa hadir dalam diri kita.
Secara terminologis, tauhid sebenarnya bermakna mengesakan Allah, baik pengesaan dalam tataran ‘ubudiyah’ (semata-mata menyembah kepada Allah), uluhiyah (mengesakan Allah dalam tataran Zat dan Sifat), maupun tataran tauhid rububiyah (keyakinan bahwa pemelihara alam hanya Allah).
Tauhid yang bernuansa aqidah tersebut, harus direfleksikan kepada tauhis sosial yang bersifat empiris. Dengan kata lain, tauhid aqidah harus memantulkan sikap dinamis, aktif, kreatif dan progesif, serta memantulkan aktifitas dan perilaku jujur, amanah, adil dan bertanggungjawab dan dapat dipercaya. Seseorang yang jujur, adil, bertanggungjawab dan dapat dipercaya, pasti disenangi umat. Dan bila meraka yang bertauhid itu melakukan hubungan dalam konteks asuransi, maka hubungan tersebut akan berjalan serasi, harmonis dan penuh kedamaian.
2. Tolong menolong
Takaful didasarkan kepada prinsip tolong menolong sesama muslim dan manusia. Islam mengajarkan bahwa umat manusia merupakan keluarga besar kemanusian. (Kemanusiaan universal). Untuk dapat diselenggarakan kehidupan bersama, umat harus tolong menolong. Ibnu Khaldun dalam karya monumnetalnya Muqaddimah, menyebut manusia sebagai al-insan madaniyyun bi al-thabi’i (makhluk sosial dan beradapan yang saling membutuhkan).
Ayat Al-Qur’an surah al-Maidah ayat 2 sangat lantang mendeklerasikan keniscayaan tolong menolong dalam mengemban misi kemanusian menuju kebajikan dan taqwa. “Tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa dan jangan kamu tolong menolong dalan dosa dan permusuhan.”
Dalam konteks ini, tolong menolong dalam kebajikan diwujudkan dalam kegiatan takaful, yaitu saling menanggung, saling menjaga amanah, saling melindungi dan saling bertanggungjawab.
Tolong menolong atau saling membantu merupakan upaya strategis mewujudkan kekuatan umat Islam, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, ”Seorang mukmin dengan seorang mukmin laksana sebagian bangunan menguatkan sebagian yang lain.” (Muslim).
Dalam Takaful Syariah, dipakai akad takafuli, bukan akad tabaduli. Akad takafuli adalah akad yang bermuatan melaksanakan tolong menolong dan saling menanggung resiko. Wujud tolong menolong terejawantah dalam dana tabarru’ (derma) yang ditentukan berdasarkan program yang dipilih dan klasifikasi umur. Sedangkan akad tabaduli adalah akad yang bernuansa jual beli semata-mata. Hubungan nasabah dan perusahaan hanyalah dalam bentuk transaksi bisnis. Takaful Syariah menerapkan akad takafuli sedangkan asuransi biasa (konvensional) menerapkan akad tabaduli.
3. Saling Melindungi dan Menanggung (Takaful dan Ta’min)
Prinsip Takaful didasarkan kepada prinsip saling melindungi dan bertanggungjawab antara yang satu dengan yang lain. Jadi, Takaful (saling menanggung) antar umat manusia merupakan dasar pijakan Asuransi Takaful. Dalam Takaful diujudkan hubungan manusia yang islami di antara para pesertanya yang bersepakat untuk menanggung bersama antara mereka, atas resiko yang diakibatkan musibah atau lainnya, seperti kebakaran, kematian dan sebagainya.
Semangat takaful adalah menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan di antara para peserta. Persaudaraan di sini meliputi dua bentuk, yakni berdasarkan kesamaan keyakinan (Ukhuwah Islamiyah) dan persaudaraan atas dasar kesamaan derajat manusia (Ukhuwah Insaniyah).
Persaudaraan dalam konsep Islam, membutuhkan sikap saling menyayangi di antara sesama manusia. Sikap saling menyayangi ini tentunya mewujudkan sikap sosial yang terpuji untuk melepaskan dan membantu orang yang mendapat kesulitan hidup.
Sifat mengutamakan kepentingan pribadi atau dorongan untuk mendapatkan keuntungan semata-mata, tidak tercermin dalam asuransi Islam. Karena asuransi Islam berlandaskan prinsip-prinsip kemanusiaan universal yang bersifat sosial, yaitu saling menyayangi, saling bertanggungjawab antar peserta, saling bekerjasama dan tolong menolong (ta’awun), saling bantu dan meringankan penderitaan orang lain, terutama sesama peserta.

Penutup

Prinsip-prinsip universal yang digali dari doktrin Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist itu, diterapkan secara konsisten dalam operasi Takaful. Sehingga dengan demikian, diharapkan tercipta sistem asuransi yang islami yang pada gilirannya mewujudkan pola dan tatanan masyarakat madani yang ideal, membawa rahmat dan kemaslahatan bagi umat manusia secara menyeluruh.
===============
Tulisan: Agustianto M.Ag

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...