Skip to main content

Perbedaan Syarikah al-Mulk dan Syarikah al-'Aqd

Perbedaan Syarikah al Milk dan Syarikah al ‘Aqd

Ketika belajar Syirkah/Syarikah, khususnya saat belajar musyarakah mutanaqishah, sering muncul pertanyaan, apa perbedaan antara syarikah al milk dan syarikah al ‘aqd. Tulisan ini mencoba menjelaskan perbedaan keduanya.
1. Syarikah al Milk (شركة الملك)
Dalam syarikah al milk, hubungan sesama mitra (syuraka`) tidak mengandung unsur wakalah dan kafalah. Dengan demikian, mitra (syarik) yang satu bukan merupakan wakil dan kafil dari mitranya yang lain terkait dengan asset atau barang yang dimiliki bersama oleh keduanya.
Contoh, Bapak A dan Bapak B secara bersama-sama memiliki sebuah motor Honda. Entah itu dari hasil beli patungan atau hasil warisan atau hasil pemberian dari orang lain untuk mereka berdua. Kepemilikan bersama (syarikah) terhadap motor Honda oleh kedua orang tersebut disebut syarikah al milk jika masing-masing mitra (Bapak A dan Bapak B) tidak saling menyerahkan hak perwakilan (wakalah) untuk melakukan tasharruf dan tidak ada saling kafalah. (lihat arti tashaaruf di bawah). Maksudnya begini, jika Bapak A tidak menyerahkan hak tasharruf atas porsi yang menjadi miliknya kepada Bapak B dan sebaliknya, Bapak B tidak menyerahkan hak tasharruf atas porsi yang menjadi miliknya kepada Bapak A maka syarikah seperti ini adalah syarikah al-milk.
Mari contoh di atas diperjelas. Jika bapak A tidak mengizinkan bapak B (atau sebaliknya) untuk menjual porsi yang menjadi miliknya (milik bapak A dan sebaliknya) dari sebuah motor Honda tersebut maka syarikah ini disebut syarikah al-milk.
Ketidak-adaan hak bagi mitra untuk bertindak atas porsi mitranya yang lain ini membuat akad jual motor dimaksud bisa dibatalkan sama sekali atau batal untuk porsi mitra yang tidak mengizinkan.
Contoh lain, masih dengan contoh di atas, jika Bapak A ngojek dengan motor Honda milik bersama dan mendapatkan uang, maka (1) Bapak A BERDOSA; dan (2) Bapak B berhak atas ujrah wajar (ujrah al mitsl) sebagai akibat porsinya (pada motor tersebut) dimanfaatkan untuk ngojek oleh bapak A. (Besaran ujrah al mitsl akan menjadi pembahasan tersendiri)
Di samping itu, syarikah al-milk juga tidak mengandung kafalah. Jika bapak A merusak motor Honda milik bersama tadi (entah merusak secara sengaja atau tidak), maka porsi kepemililkan bapak B tidak berubah. Kerusakan motor sepenuhnya menjadi tanggungjawab bapak A karena dia yang merusaknya.
Katakanlah motor Honda milik bersama tadi sebelum dirusak Bapak A seharga 10 juta di mana porsi masing-masing adalah 50%, dan akibat kerusakan ini motor terjual dengan harga 7 juta maka Bapak B tetap memiliki hak sebesar 5 juta sedangkan bapak A mendapat haknya hanya sebesar 2 juta. Karena tidak ada kerugian yang ditanggung bersama dalam syarikah al milk. Bapak A harus rela kehilangan 3 juta-nya.
Jika Anda dan saudara Anda mendapat warisan sebuah rumah, lalu rumah dirusak oleh saudara Anda, maka nilai hak yang berkurang hanya di sisi hak saudara Anda. Sedangkan bagian Anda tidak berkurang. Demikian karakter syarikah al-milk.
Jadi, Bapak A (mitra 1) hanya berhak atas porsi miliknya dan Bapak B (mitra 2) hanya berhak atas porsi miliknya. Bapak A tidak bisa dan tidak ada hak untuk -contoh- menjual porsi milik mitranya (Bapak B). Begitu juga Bapak B tidak boleh mengutak-atik porsi yang menjadi bagian mitranya, yaitu bapak A. Mengutak-atik dalam arti menjual, menyewakan atau tindakan apapun yang berakibat hukum.
2. Syarikah al ‘Aqd (شركة العقد)
Berbeda dengan syarikah al-milk, hubungan sesama mitra dalam Syarikah al -Aqd mengandung unsur wakalah dan kafalahIni artinya setiap mitra diberi hak oleh mitranya yang lain untuk melakukan tasharruf terhadap aset yang dimiliki bersama.
Contoh, Bapak A dan Bapak B memilik bersama sebuah motor Yamaha. Mereka (para mitra yaitu Bapak A dan bapak B) saling memberikan hak untuk mengelola asset bersama, yaitu motor Yamaha. Contoh mengelola adalah disewakan, dijual-belikan dan lain-lain. Contoh pengelolaan, Bapak A mengizinkan kepada Bapak B (dan sebaliknya) untuk menyewakan porsi kepemilikan masing-masing terhadap motor Yamaha milik bersama kepada pihak ke-3 di mana uang hasil sewa menjadi milik mereka (A dan B) sesuai kesepakatan atau sesuai porsi kepemilikan mereka.
Contoh ini menjelaskan bahwa setiap mitra mengizinkan porsi kepemilikannya dikelola atau di-tasharruf-kan oleh mitra yang lain. Itu artinya dalam syarikah al ‘aqd terdapat unsur wakalah.
Syarikah al ‘Aqd juga mengandung unsur kafalah. Untuk itu, jika motor Yamaha ini dirusak oleh salah satu mitra secara tidak sengaja, maka kerugian akibat kerusakan ditanggung bersama oleh kedua belah mitra (bapak A dan bapak B) sesuai dengan porsi kepemilikan.
Contoh, porsi kepemilikan masing-masing senilai 50%, harga motor Yamaha sebelum rusak adalah 10 juta, dan akibat rusak dijual dengan harga 7 juta, maka masing-masing menanggung kerugian sesuai porsinya yaitu 50%. Dengan demikian, kerugian sebesar 3 juta dibagi rata kepada A dab B, sehingga masing-masing menanggung 1,5 juta. Untuk itu, uang hasil penjualan (jika syarikah ingin dibubarkan/tashfiyah) maka masing-masing mendapat 3,5 juta.
Kesimpulannya, jika dalam syarikah atau kepemilikan bersama terdapat unsur saling wakalah dan saling kafalah maka kepemilikan bersama ini adalah syarikah al ‘aqd. Sebaliknya, jika tidak ada unsur saling wakalah dan saling kafalah maka ia adalah syarikah al milk.
==============
* Tasharruf adalah segala tindakan yang berakibat hukum atas asset baik ucapan atau perbuatan. Tasharruf semacam disposition, yaitu "getting rid of an asset or security through a direct sale or some other method". Di antara tasharruf adalah menjual, menyewakan dan bentuk perpindahan kepemilikan lainnya.
* Tulisan ini merujuk ke pelbagai sumber, di antaranya al-Mawsu’ah al Fiqhiyyah.
(Sumber: https://dsnmui.or.id/perbedaan-syarikah-al-milk-dan-syarikah-al-aqd/ )

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah?

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah? By  Nizar Alshubaily Editor: Ust Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Recent debates in social media still point to a level of unease about what constitutes currency in Shariah and doubts remain about paper money.  Some claim that paper money is Haram, and insist that only gold and silver are legitimate currencies. Others demand that paper money must be backed by gold and silver. Some see paper money as a product of the interest-bearing international banking system, and therefore non-Shariah compliant.  Some of the statements made concerning currencies in Shariah claim that Fiat currencies are Haram since they are based on debt and interest, while other statements claim that Shariah requires a currency to have intrinsic value. Yet others believe gold and silver are Sunnah, specifically Sunnah Taqririya, one of the three types of Sunnah, more related to tacit approval.  Nothing could be further from the truth....