Skip to main content

Konsultasi Syariah: Hukum Zakat Profesi


Konsultasi Syariah: Hukum Zakat Profesi


Profesi adalah pekerjaan di bidang jasa atau pelayanan selain bertani, berdagang, bertambang dan beternak dengan  imbalan berupa upah atau gaji dalam bentuk mata uang, baik bersifat tetap atau tidak. Baik pekerjaan yang dilakukan langsung ataupun bagian lembaga, baik pekerjaan yang mengandalkan keterampilan ataupun tenaga.
Contohnya adalah pejabat, pegawai negeri atau swasta, dokter, konsultan, advokat, dosen, makelar, olahragawan, artis, seniman dan sejenisnya.Dalam istilah fikih, pendapatan/penghasilan professional tersebut mirip dengan maal mustafad yang dijelaskan dalam kitab-kitab fikih zakat. Zakat profesi ini bukan bahasan baru, karena para ulama fikih telah menjelaskannya dalam kitab-kitab klasik, diantaranya kitab al-Muhalla (Ibnu Hazm), al-Mughni (Ibnu Quddamah), Nail al-Athar (Asy-Syaukani), Subul As-Salam (Ash-Shan’ani).
Menurut mereka, setiap upah/gaji yang didapatkan dari pekerjaan itu wajib zakat (wajib ditunaikan zakatnya). Diantara para ulama yang mewajibkan zakat profesi adalah Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Mu’awiah, ash-Shadiq, al-Baqir, an-Nashir, Daud, Umar bin Abdul Aziz, al-Hasan, az-Zuhri, dan al-Auza’i.
Zakat profesi itu wajib ditunaikan berdasarkan ayat, maqashid dan maslahat. Diantara ayat yang mewajibkan zakat bersifat umum, seperti firman Allah SWT yang artinya: “Ambillah dari sebagian harta orang kaya sebagai sedekah (zakat), yang dapat membersihkan harta mereka dan mensucikan jiwa mereka, dan  doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu dapat memberi ketenangan bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103)
Hal ini sesuai dengan maqashid (tujuan) diberlakukannya zakat yaitu semangat berbagi, memenuhi hajat dhuafa dan kebutuhan dakwah. Pendapatan kaum profesional itu besar, harus terdistribusi kepada kaum dhuafa sehingga ikut memenuhi hajat mereka.
Dari sisi keadilan, zakat tidak mungkin diwajibkan kepada petani yang mendapatkan penghasilan dengan nisabnya sekitar Rp 6,5 juta. Sedangkan seorang profesional (yang mendapatkan satu kali penghasilan yang setara dengan penghasilan petani dalam 10 tahun) itu tidak diwajibkan. Oleh karena itu, kewajiban zakat profesi telah sesuai dengan maqashid kewajiban zakat dan aspek keadilan.
Kewajiban zakat profesi ini juga disebutkan dalam beberapa riwayat, diantaranya Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah dan Umar bin Abdul Aziz. Abu ‘Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan: “Ia mengeluarkan zakatnya pada hari ia memperolehnya.”
Bahkan jika menelaah penjelasan para sahabat, tabi’in, dan ulama setelahnya, begitu pula pandangan ulama kontemporer, lembaga fatwa di Indonesia dan lembaga zakat di tanah air, bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya tidak ada satupun ulama atau lembaga ataupun otoritas fatwa yang tidak mewajibkan zakat profesi.
Tetapi, semuanya mewajibkan zakat profesi, perbedaannya sebagian mewajibkan adanya haul (melewati satu tahun), dan sebagian yang lain tidak mewajibkan haul. Kesimpulan zakat penghasilan atau zakat profesi itu wajib merupakan pandangan Majlis Ulama Indonesia. Wallahu a’lam.
==================
* DR. Oni Sahroni, MAAnggota Bidang Hukum Muamalat Maaliyah dan Bisnis DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia. Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...