Skip to main content

Indonesia Pusat Ekonomi Islam Dunia

Indonesia Pusat Ekonomi Islam Dunia

AEI, JAKARTA - Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan ekonomi syariah sebagai arus perekonomian baru yang berpotensi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi global.
Potensi ekonomi syariah, atau sering pula disebut ekonomi halal, dapat dilihat dari semakin meningkatnya pertumbuhan populasi muslim dunia yang diperkirakan akan mencapai 27,5% dari total populasi dunia pada 2030 dan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara muslim, serta munculnya pasar halal potensial seperti China dan India.
Dalam rangka mendorong komitmen dan pemikiran guna memanfaatkan potensi besar Indonesia untuk mengembangkan keuangan syariah dan menjadi pemain kunci dalam ekonomi syariah global, Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), dan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), menyelenggarakan High Level Discussion "Indonesia: Pusat Ekonomi Islam Dunia" di Bappenas, Rabu (25/7/2018).
Ekonomi syariah juga sangat berpotensi untuk berkontribusi menekan defisit transaksi berjalan. Sejak 2011, Indonesia mengalami defisit transaksi berjalan akibat permintaan eksternal yang melemah terhadap komoditas ekspor serta turunnya harga komoditas ekspor. Pemerintah perlu terus berupaya mendorong perbaikan defisit neraca transaksi berjalan, antara lain melalui peningkatan ekspor barang dan jasa.
"Pemerintah harus secara jeli dan cermat dapat memantau komoditas yang permintaannya tinggi, salah satunya adalah produk dan jasa halal yang menurut data Halal Industry Development Corporation tahun 2016, diperkirakan mencapai USD2,3 triliun. Produk dan jasa halal ini mencakup beberapa sektor, di antaranya makanan, bahan dan zat adiktif, kosmetik, makanan hewan, obat-obatan dan vaksin, keuangan syariah, farmasi, dan logistik," papar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam siaran pers.
Peran ekspor produk halal Indonesia mencapai 21% dari total ekspor secara keseluruhan. Meski angka tersebut belum maksimal, namun perkembangan ekspor produk halal Indonesia mengalami peningkatan sebesar 19% sejak 2016.
Bambang yang juga Pelaksana Ketua Umum ISEI menambahkan, di masa mendatang, peran ekspor produk halal ini harus dapat ditingkatkan dengan memaksimalkan pemanfaatan permintaan dari negara tujuan ekspor produk halal, serta potensi ekspor ke negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) seperti Mesir dan Uni Emirat Arab.
Terkait arus perekonomian syariah, Ketua Umum IAEI dan juga sebagai Sekretaris Dewan Pengarah KNKS ini menegaskan, Indonesia berpeluang menjadi pasar produk halal terbesar di dunia sekaligus menjadi produsen produk halal. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di posisi strategis bagi halal superhighway link dalam global halal supply chain.
Strategi-strategi di sektor perdagangan dan upaya untuk diversifikasi produk perlu untuk difokuskan pada beberapa pasar tujuan potensial produk halal. Selain itu, peningkatan kuantitas dan kualitas produk yang didapatkan perlu juga untuk diperhatikan agar mampu meningkatkan ekspor produksi barang dan jasa halal Indonesia.
Potensi segmen lain industri halal yang dapat dikembangkan oleh Indonesia antara lain adalah di segmen pariwisata halal. Pariwisata halal saat ini tengah populer dan menjadi fenomena di kalangan pelaku industri pariwisata global. Pelancong muslim memiliki pengeluaran terbesar dunia pada sektor pariwisata, yang besarnya mencapai USD120 miliar pada 2015, tahun di mana pertumbuhan wisatawan muslim meningkat hingga 6,3%.
Pengeluaran wisata muslim global ini cenderung terus meningkat, mencapai USD169 miliar pada 2016, dan diperkirakan akan mencapai USD283 miliar pada 2022.
Data pariwisata halal global saat ini menunjukkan Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan turis muslim terbesar, berpengeluaran mencapai USD9,7 miliar atau setara dengan Rp141 triliun, dengan total turis domestik sebesar 200 juta orang.
"Indonesia berpotensi besar untuk terus berkontribusi meningkatkan pendapatan negara melalui moslem- friendly tourism. Saat ini, Indonesia telah masuk dalam kategori Top 5 Destinasi Pariwisata Halal Dunia, dengan penerimaan devisa negara mencapai USD13 miliar, yang berkontribusi terhadap PDB sebesar USD57,9 miliar" kata Bambang.
Pada 2020, sektor pariwisata diproyeksikan menjadi kontributor terbesar bagi penerimaan devisa negara. Peningkatan ini merupakan hasil positif dari akselerasi halal tourism di beberapa destinasi wisata Indonesia, seperti Lombok, Padang, Aceh, Bangka Belitung, Jakarta, hingga Maluku tara.
Menurut dia, faktor kunci pendukung wisata halal di Indonesia, di antaranya adalah dukungan kebijakan dan regulasi, pemasaran dan promosi, serta pengembangan destinasi melalui atraksi aksesibilitas dan amenitas. Selain itu, peningkatan kapasitas pariwisata yang mencakup sumber daya manusia dan industri juga menjadi unsur yang sangat penting.
"Mencermati perekonomian beberapa negara sahabat seperti Malaysia, Uni Emirat Arab, dan Turki yang telah mengungguli beberapa sektor industri halal global seperti makanan, pariwisata, kosmetik, busana muslim dan farmasi, Indonesia dapat memetik best practices terkait keuangan dan ekonomi syariah," ujarnya.
Tingkat kesadaran yang tinggi akan potensi ekonomi syariah, kebijakan dan regulasi yang mendukung, serta faktor kesiapan infrastruktur dalam membentuk ekosistem halal menjadi kunci keberhasilan pengembangan ekonomi syariah.
Dalam perkembangannya, Malaysia telah memiliki beberapa indikator dalam pengembangan industri halal seperti strategi nasional pada halal supply chain, Halal Assurance System, International Halal Accreditation Forum (IHAF), dan intelijen pemasaran produk.
Malaysia, Uni Emirat Arab dan Turki telah mengungguli destinasi pariwisata halal karena telah fokus pada kestabilan segmen pariwisata dan juga ekosistem halal. Pada pariwisata halal, Malaysia melakukan peningkatan kesadaran dan pendalaman masyarakat untuk dapat berkontribusi dalam aktivitas pariwisata halal, untuk mempromosikan destinasi wisata kepada pelancong muslim.
"Hal ini harus menjadi pembelajaran dan perhatian bagi kita untuk dapat menerapkan best practices tersebut untuk memajukan pariwisata halal di Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk cetak biru Ekonomi Islam Republik Indonesia," pungkasnya.

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah?

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah? By  Nizar Alshubaily Editor: Ust Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Recent debates in social media still point to a level of unease about what constitutes currency in Shariah and doubts remain about paper money.  Some claim that paper money is Haram, and insist that only gold and silver are legitimate currencies. Others demand that paper money must be backed by gold and silver. Some see paper money as a product of the interest-bearing international banking system, and therefore non-Shariah compliant.  Some of the statements made concerning currencies in Shariah claim that Fiat currencies are Haram since they are based on debt and interest, while other statements claim that Shariah requires a currency to have intrinsic value. Yet others believe gold and silver are Sunnah, specifically Sunnah Taqririya, one of the three types of Sunnah, more related to tacit approval.  Nothing could be further from the truth....