Skip to main content

Etika Perniagaan

Etika Perniagaan

Setiap orang pasti memiliki suatu kebutuhan baik sandang, pangan dan papan. Dan untuk memenuhi semua itu harus melakukan usaha dengan mengeluarkan tenaga, baik tenaga dari fisik maupun dari otak atau pikiran. selain itu semua orang juga membutuhkan sebuah aktivitas ekonomi untuk mendapatkan uang demi memenuhi kebutuhannya. Seorang pelaku bisnis atau pedagang tidak hanya mencari keuntungan, tapi juga suatu berkah dan rezeki yang diridhai Allah. Keuntungan yang didapatkan bukan hanya dari segi materil melainkan juga inmateril. Keuntungan materil bisa saja didapatkan dalam membuat usaha, namun belum tentu dengan keuntungan inmateril atau dalam segi agama dan kepuasan batin. Ada pun etika yang harus ditaati dalam jual beli sebagai berikut.
1. Jujur / Terbuka / Transparan.
Dalam sebuah bisnis customer adalah raja, dan sebagaimana mestinya seorang raja harus diperlakukan secara khusus. Hal ini menyangkut bagaimana pelayanan kita kepada mereka, para customer akan merasa lebih nyaman jika dapat memberikan service yang memuaskan. Bahkan terkadang mereka tidak akan memperdulikan perbedaan harga melainkan service yang diberikan. Dalam sebuah perdagangan, kejujuran adalah hal yang sangat penting. Kejujuran harus menjadi sebuah prinsip dagang bagi seorang pengusaha muslim. Namun seorang pedagang atau pengusaha biasanya merasa kesulitan dalam melakukan hal ini. Jadilah pengusaha yang menjaga kejujuran pada setiap customer, ikutilah cara berdagang yang telah dicontohkan oleh Rasul. Menjadi seorang pedagang yang seperti Rasulullah contoh kan bukanlah hal yang mudah, terutama di zaman yang penuh dengan fitnah ini. Segala macam cara menjadi halal digunakan semata-mata hanya demi keuntungan satu pihak. Jangankan seorang pedagang, pejabat pun sanggup untuk melakukan penghianatan korupsi demi menuruti nafsu duniawi.
Islam mengajarkan ilmu berdagang yang baik, etika atau adab berdagang yang benar. Jujur memang hal yang terlihat sepele dan gampang untuk dilakukan, tapi jangan salah justru iman seseorang akan diuji melalui kejujurannya saat berdagang. Contohlah apa yang Rasulullah lakukan ketika berdagang, beliau selalu mengutamakan kejujuran. Seperti misalnya ketika beliau memberikan penjelasan tentang kualitas atau spesifikasi suatu barang, menghitung timbangan dan lain sebagainya. Allah
Allah berfirman asy Syu’araa ayat 181-183
أَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلْمُخْسِرِينَ – وَزِنُوا۟ بِٱلْقِسْطَاسِ ٱلْمُسْتَقِيمِ – وَلَا تَبْخَسُوا۟ ٱلنَّاسَ أَشْيَآءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ مُفْسِدِينَ
”Sempurnakanlah takaran jangan kamu termasuk orang-orang yang merugi, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus, dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan” . Dalam dalam Al-qur’an Allah berfirman surat
Muthaffifiin ayat 1-6
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ – الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ – وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ – أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ – لِيَوْمٍ عَظِيمٍ – يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang ini menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan di bangkitkan, pada suatu hari yang besar (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ini”.
2. Menjual Barang yang Halal.
Allah telah mengingatkan dengan tegas tentang prinsip halal dan haramnya sesuatu dalam perdagangan. Allah telah menetapkan prinsip halal dan haram dalam Qur’an. Oleh sebab itu sebagai umat muslim yang melakukan perdagangan kita wajib mengetahui asal muasal dari apa yang kita perjual belikan. Selain itu sebagai kehalalan hasil yang kita dapatkan juga harus terhindar dari Macam-Macam Riba. Oleh sebab itu kita harus tahu apa Pengertian Riba dalam islam dan apa saja Bahaya Riba bagi pelakunya. Hal ini sudah ditetapkan sejak Rasulullah menerima wahyu surah Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

3. Menjual Barang Dengan Kualitas Yang Baik
Sebagai seorang pedagang kita harus tetap jujur dan memperhatikan kehalalan dari barang yang kita jual. Selain itu kita juga memperhatikan bagaimana kualitas barang yang kita jual, apakah mutunya sudah baik ataukah kurang layak untuk kita jual kepada customers. Kualitas suatu barang yang kita jual menjadi tanggung jawab kita sebagai pedagang. Oleh sebab itu kita harus memberikan penjelasan tentang bagaimana kualitas suatu barang yang kita jual dan berapa kuantitas barang yang kita jual pada customers.
Memberikan keterangan kualitas barang merupakan hal yang wajib kita lakukan dalam perdagangan. Karena jika kita tidak jujur dengan kualitas barang yang kita jual, maka hal ini akan berdampak negative bagi diri kita sendiri sebagai pedagang. Seperti misalnya barang yang kita jual memiliki kualitas  yang rendah, namun kita katakan pada customers jika barang tersebut memiliki barang yang luar biasa. Ketika customer mau membeli dagangan tersebut karena jaminan yang kita berikan, otomatis ketika si customer menggunakan barang tersebut merasa rugi dan kecewa dengan kita sebagai pedagang. Hal ini dapat di katakan cacat etis atau cacat moral karena apa yang sudah pedagang katakana tidak sesuai dengan kualitas barang yang ia jual.
Jika anda termasuk orang yang demikian sebaiknya segera merubah konsep dagang anda untuk lebih baik dan lebih jujur. Ketika seorang pedagang melakukan kecurangan demi mendapatkan keuntungan semata, maka mereka termasuk dalam golongan orang-orang yang dzalim. Sebagaimana Allah yang telah mengingatkan kita pada kalamnya dalam surat Al-Qashash 28:37

وَقَالَ مُوسَىٰ رَبِّي أَعْلَمُ بِمَنْ جَاءَ بِالْهُدَىٰ مِنْ عِنْدِهِ وَمَنْ تَكُونُ لَهُ عَاقِبَةُ الدَّارِ ۖ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
"Musa menjawab: “Tuhanku lebih mengetahui orang yang (patut) membawa petunjuk dari sisi-Nya dan siapa yang akan mendapat kesudahan (yang baik) di negeri akhirat. Sesungguhnya tidaklah akan mendapat kemenangan orang-orang yang zalim”.
4. Tidak Menyembunyikan Cacat Pada Barang
Sebagai seorang pedagang sudah seharusnya kita menerangkan tentang bagaimana kualitas suatu barang. Tapi tidak hanya itu karena jika barang yang kita jual memiliki cacat, maka tugas kita sebagai penjual harus mampu memberi tahu pada customer tentang cacat barang tersebut.
'Ibnu Majah menuturkan Watsilah bin Al-Asqa ra, dia mengatakan ‘Aku pernah mendengar Nabi saw berkata, “Barang siapa yang menjual suatu barang yang mempunyai cacat yang tidak diterangkannya, niscaya dirinya berada dalam murka Allah dan para malaikat pun mengutuknya.”
5. Tidak Memberikan Janji Atau Sumpah Palsu
Jika kita pergi kesuatu pasar atau katakanlah kaki lima. Sering kali kita mendengarkan seorang pedagang mengucapkan janji atau sumpah tentang kualitas barang yang ia jual. Seperti misalnya “ barang dijamin tidak mudah rusak “ / “ sumpah paling murah neng “ kata-kata yang seperti itu termasuk dalam janji atau sumpah yang akan menjadi tanggung jawab kita bahkan hingga di akhirat kelak, oleh sebab itu Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا یَحْیَى بْنُ بُكَیْرٍ حَدَّثَنَا اللَّیْثُ عَنْ یُونُسَ عَنْ ابْنِ شِھَابٍ قَالَ ابْنُ الْمُسَیَّبِ إِنَّ أَبَا ھُرَیْرَةَ رَضِيَ اللَّھُ عَنْھُ قَالَسَمِعْتُ رَسُولَ اللَّھِ صَلَّى اللَّھُ عَلَیْھِ وَسَلَّمَ یَقُولُ الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ     لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ
'Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair telah menceritakan kepada kami Al Laits dari Yunus dari Ibnu Syihab berkata, Ibnu Al Musayyab bahwa Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata; Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sumpah itu melariskan dagangan jual beli namun menghilangkan barakah”.

  6. Murah Hati Pada Customer
Melayani customer dengan murah hati akan membuat mereka merasa dihargai dan merasa puas dengan pelayanan kita. Cukup dengan senyum dan memperlakukan mereka seolah seperti raja membuat mereka lebih senang dibandingkan dengan memberikan mereka potongan harga. Seperti yang telah tertulis dalam Al-Qur’an surah Al A’raf ayat 56 :
إِنَّ رَحْمَةَ اللَّھِ قَرِیبٌ مِنَ الْمُحْسِنِینَ
“….Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik
7. Tidak Melalaikan Sholat Saat Berdagang
Allah memerintahkan kita untuk tidak melalaikan sholat apalagi meninggalkannya. Seorang muslim yang baik pasti akan melakukan apa saja demi memenuhi kewajibannya pada Allah. Begitu juga dalam berdagang kita harus memperhatikan kewajiban sholat setiap waktu. Mengutamakan akhirat daripada dunia adalah hal yang baik dan harus kita lakukan setiap waktu. Utamakan kewajiban sholat mu dari pada harus berkonsentrasi dalam berdagang. Seperti misalnya kota Madina, Saudi Arabia yang ketika adzan berkumandang seluruh pedagang akan meinggalkan dagangannya begitu saja tanpa ada rasa khawatir.
Oleh sebab itu 10 menit sebelum adzan sebaiknya kita bersiap-siap untuk melakukan sholat fardhu. Melaksanakan kewajiban dalam islam adalah keutama hidup di dunia ini, seperti yang tertulis dalam Al Qur’an surat Annur ayat 37 :
رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ۙيَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
"Artinya: laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang".
Menjaga etika jual beli dalam islam merupakan keutamaan dalam sebuah bisnis atau perdagangan. Dengan menaati prinsip atau  Fiqih Muammalah Jual Beli membuat kehidupan seorang pedagang lebih tentram. Selain itu rezeki yang akan di dapatkan juga lebih berkah dan halal. Menjalankan sebuah usaha sesuai dengan tuntunan Dasar Hukum Islam yang baik dan benar, selain itu seorang pedagang juga harus mengetahui etika jual beli berikut ini :
·         Tidak saling menjatuhkan harga dengan pedagang lain
·         Menepati janji yang dikatakan atau perjanjian yang sudah di buat.
·         Mengeluarkan hak orang lain atau zakat.
·         Amanah kepada customer.
·         Mencatat piutang,
·         Sabar pada customer.
·         Tidak sombong pada customer.
·         Adil dalam berdagang, dll.


Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...