Skip to main content

Deposito Syariah ; Karakteristik Dan Daya Tariknya

Deposito Syariah ; Karakteristik Dan Daya Tariknya


Dewasa ini perbankan syariah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Keberadaannya telah mulai menjamur di mana-mana di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu produk yang dikembangkan dan ditawarkan bank syariah adalah deposito mudharabah. Deposito mudharabah, jelas, memiliki perbedaan yang mendasar dengan deposito di bank konvensional. Deposito mudharabah mengikuti prinsip-prinsip mudharabah sebagaimana tertuang dalam ketentuan hukum syariah.
Majlis Ulama Indonesia melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) telah mengelaurkan fatwa mengenai deposito syariah, yaitu fatwa No: 03/DSN-MUI/IV/2000. Menurut fatwa tersebut deposito yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu deposito yang berdasarkan perhitungan bunga. deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.
Perbedaan utama antara deposito mudharabah dengan dengan deposito bank konvensional, antara lain, deposito syariah menggunakan system bagi hasil, sedangkan deposito pada bank konvensional menggunakan system bunga. Dengan demikian pendapatan dari deposito mudharabah tidak tetap sebagaimana pada bunga, melainkan berfluktuasi sesuai tingkat pendapatan bank syariah.
Selain itu perlu dicatat, bahwa kedudukan deposito mudharabah di bank syariah tidak dianggap sebagai hutang bank dan piutang nasabah. Desosito mudharabah merupakan investasi nasabah kepada bank syariah, sehingga dalam akuntansinya, kedudukan deposito tidak dicatat sbagai hutang bank, tetapi dicatat dan disebut sebagai investasi, biasanya disebut investasi tidak terikat (mudhrabah muthlaqah).
Secara lebih luas berikut ini akan dipaparkan tiga karakter deposito syariah Pertama, keuntungan dari dana yang didepositikan, harus dibagi antara shahibul maal (deposan) dan mudharib (bank) berdasarkan nisbah bagi hasil yang disepaki. Yang menjadi acuan dalam deposito syariah ini adalah nisbah, bukan bunga.
Contoh perhitungan bagi hasil deposito mudharabah : Bapak Usman menempatkan dana deposito investasi mudharabah di Bank Islam sebesar Rp. 1.000.000,- Jangka waktu 1 bulan, dan nisbah bagi hasil 70% : 30% (70% untuk nasabah : 30% untuk bank). Diasumsikan total dana deposito investasi mudharabah di Bank Syariah Rp. 250.000.000, dan keuntungan yang diperoleh untuk dana deposito (profit distribution) sebesar Rp. 6.000.000,-. Maka pada saat jatuh tempo, nasabah akan memperoleh bagi hasil :
Kedua, keuntungan (bagi hasil) yang diterima deposan akan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan bank. Hal ini tentu berbeda dengan bunga yang sifatnya tetap. Sedangkan dalam bank syariah bagi hasil yang diterima berfluktuasi. Sistem pehitungan bagi hasil di bank syariah ada dua jenis, yakni, pertama, profit/loss sharing. Dalam sistem ini, besar-kecil pendapatan bagi hasil yang diterima nasabah tergantung keuntungan bank. Dalam sistem ini bagi hasil diberikan kepada nasabah setelah dipotong biaya operasional bank. Kedua, revenue sharing, penentuan bagi hasil tergantung pendapatan kotor bank. Bank-bank Syariah di Indonesia umumnya menerapkan sistem revenue sharing karena bank syariah lebih berpihak kepada kemaslahatan/kepentingan nasabah dan juga untuk menghilangkan kecurigaan nmasabah atas penggunaan biaya operasional bank. Jadi, pola ini dapat memperkecil kerugian bagi nasabah. Hanya saja, jika bagi hasil didasarkan pada profit sharing, persentase bagi hasil untuk nasabah jauh lebih tinggi sedangkan nisbah untuk revenue sharing lebih rendah dibanding profit sharing. Tingginya nisbah pada sistem profit sharing sangat logis dan adil, karena segala biaya operasional sudah ditanggulangi oleh shahibul mal (doposan), sementara pada revenue sharing biaya operasional ditanggulangi perbankan syariah.
Ketiga, adanya tenggang waktu antara dana yang diinvestasikan dan pembagian keuntungan (biasanya jangka waktunya 1,3, 6, 12 dan 24 bulan). Oleh karena deposito memiliki jangka waktu tertentu, maka uang nasabah yang telah diinvestasikan di bank syariah tidak boleh ditarik setiap saat sebagaimana pada tabungan biasa. kehendak hatinya.
Keempat, Nisbah bagi hasil deposito biasanya lebih tinggi daripada nisbah bagi hasil tabungan biasa. Hal ini disebabkan karena masa investasi deposito jauh lebih panjang dibanding tabungan biasa, sehingga peluang return investasinya lebih besar.
Kelima, Ketentuan teknis pembukaan deposito mengikuti ketentuan teknis bank, seperti syarat-syarat pembukaan, penutupan, formulir akad, bilyet, tanda tangan, dsb.
Menurut fatwa DSN No 3/2000, Ketentuan Umum deposito Mudharabah adalah sebagai berikut :
1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.
Daya tarik dan keunggulan deposito mudharabah
Mendepositokan uang di bank syariah cukup menarik. Tidak hanya bagi masyarakat muslim, tetapi juga nonmuslim. Soalnya, dengan sistem bagi hasil, terbuka peluang mendapatkan hasil investasi yang lebih besar dibanding bunga deposito di bank konvensional. Apalagi, bunga deposito saat ini juga cukup rendah Maka, jika ingin mendapatkan return yang lebih besar, deposito bank syariah dapat menjadi alternatif,
Selain itu mendepositokan uang di bank syariah juga akan menciptakan rasa aman, nyaman dan terjamin. Selain aman dan terjamin, mendepositokakjn uang di bank syariah juga akan menciptakan rasa tenang dan tentram, karena keberadaan uang nasabah tidak saja dijamin oleh pemerintah tetapi juga mendatangkan rasa tenteram, karena sistemnya dijalannya sesuai syariah. Bagaimana jadinya jiwa kita, jiwa terus dikejar-kejar dosa riba yang demikian berat seandainya kita menempatkan dana deposito di bank konvensional.
Selanjutnya mendepositokan uang di bank syariah berarti membantu pengembangan UKM. Dana yang terkumpul di bank syariah akan disalurkan untuk UKM di usaha sector riil. Mendepositokan uang di bank syaroiah berarti anda sudah membantu pengembangan sektor riil untuk kemajuan ekonomi bangsa Indonesia. Data menunjukkan bahwa FDR bank syariah senantiasa di atas 100 %. Hal ini berarti bahwa seluruh dana pihak ketiga disalurkan untuk masyarakat, tidak ada yang dimainkan di transaksi derivatif sebagaimana yang banyak terjadi saat ini di bank-bank konvensioal. Keperpihakan bank syariah untuk UKM tidak diragukan lagi.
Produk deposito yang ditawarkan bank-bank syariah juga sekaligus. membantu perencanaan investasi masyarakat. Perencanaan keuangan merupakan sebuah keniscayaan di zaman sekarang. Salah satu alternatif menarik untuk investasi adalah menempatkan dana di bank syariah melalui produk deposito mudharabah.
Hal lain yang perlu diketahui ialah bahwa deposito mudharabah dapat dijadikan sebagai "jaminan pembiayaan", sehingga usaha masyarakat bisa tumbuh dan semakin berkembang.
Ide untuk Masa Depan : Deposito Dinar
Selain itu, perlu diketahui bahwa deposito di bank syariah tidak saja dalam bentuk rupiah tetapi juga dalam mata uang asing, seperti dolar. Namun di masa depan kita mendesak pemerintah dan mengadvise bank-bank syariah agar deposito valuta asing tidak saja dalam bentuk dollar tetapi juga dinar. Dinar memiliki sejumlah kelebihan sebagai produk deposito. Salah satunya adalah dinar memiliki nilai stabil dan tidak terpengaruh inflasi. Sebabnya, dinar terbuat dari emas sehingga lebih stabil dibandingkan uang kertas. Selain itu, deposito dinar syariah dapat digunakan sebagai tabungan haji terencana bagi masyarakat. Karena dinar lebih stabil, maka nasabah tidak akan dirugikan oleh laju inflasi ketika deposito telah jatuh tempo. Produk ini bagus untuk jangka panjang seperti untuk naik haji dan kebutuhan lainnya.
====================
Tulisan: Agustianto M.Ag

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah?

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah? By  Nizar Alshubaily Editor: Ust Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Recent debates in social media still point to a level of unease about what constitutes currency in Shariah and doubts remain about paper money.  Some claim that paper money is Haram, and insist that only gold and silver are legitimate currencies. Others demand that paper money must be backed by gold and silver. Some see paper money as a product of the interest-bearing international banking system, and therefore non-Shariah compliant.  Some of the statements made concerning currencies in Shariah claim that Fiat currencies are Haram since they are based on debt and interest, while other statements claim that Shariah requires a currency to have intrinsic value. Yet others believe gold and silver are Sunnah, specifically Sunnah Taqririya, one of the three types of Sunnah, more related to tacit approval.  Nothing could be further from the truth....