Skip to main content

Darmin Sebut Alasan Indonesia Bisa Jadi Pusat Ekonomi Syariah Dunia

Darmin Sebut Alasan Indonesia Bisa Jadi Pusat Ekonomi Syariah Dunia

Pemerintah Indonesia berambisi menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi syariah dunia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Darmin Nasution mengatakan ada potensi besar untuk mencapainya. Potensi utamanya adalah jumlah penduduk muslim Indonesia yang disebutkan Darmin ada 12,7 persen dari total populasi penduduk dunia. Dengan jumlah penduduk muslim sebesar itu, menurut Darmin, Indonesia tentu saja dengan sendirinya punya potensi besar untuk menjadi pemain kunci dalam pengembangan ekonomi syariah secara global.
"Besar potensi ekonomi syariah Indonesia tersebut, tidak hanya tercermin dari jumlah penduduk muslim, tapi juga kegiatan ekonomi baik di sektor riil [industri syariah], maupun keuangan syariahnya," kata Darmin saat acara diskusi di Kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Jakarta pada Rabu (25/7/2018). Namun, sayangnya hingga saat ini, dalam kegiatan ekonomi syariah, Indonesia itu lebih dominan sebagai konsumen. Bukan menjadi pelaku utama produksi.
"Kita pangsa penduduk muslim dunia, dari sisi pengeluaran secara global itu kira-kira mencapai 12 persen dari pengeluaran global pada 2016. Pangsa itu diproyeksikan akan naik dari 2,1 triliun dolar AS pada 2016, menjadi sekitar 3 triliun dolar AS pada 2022," ungkap Darmin. Pangsa konsumen Indonesia dalam sektor produk halal masuk dalam beberapa sektor industri riil, yang meliputi makanan-minuman halal, produk farmasi dan kosmetik halal, busana halal, hingga pariwisata halal, dari yang diproduksi negara-nagara di dunia.
Sisi pengeluaran konsumsi penduduk muslim Indonesia untuk produk makanan dan minuman halal secara global pada 2016 mencapai 1,2 triliun dolar AS atau 17 persen dari pengeluaran konsumsi makanan dan minuman secara global. "Sementara, Indonesia memiliki market size dari industri makanan-minuman halal sebesar 169,7 miliar dolar AS pada 2016, dan diproyeksikan mencapai 1 triliun dolar AS pada 2030," sebut Darmin.
Di sektor industri farmasi, Indonesia termasuk 5 besar negara yang mengkonsumsi obat-obat farmasi halal, dengan tingkat konsumsi 5,7 miliar dolar AS. Lalu untuk konsumsi kosmetik halal nilainya mencapai 3,7 miliar dolar AS. Sektor konsumsi di industri busana halal, Indonesia berada di peringkat ke-5 di dunia. Namun dari sisi produksinya, kata Darmin Indonesia tidak termasuk dalam 5 besar negara pengekspor busana muslim terbesar dunia. "Padahal kita nomer 1 dari sisi jumlah penduduk (potensi sumber daya manusia sebagai produsen), tapi menjadi nomor kelima negara konsumsi busana di dunia dengan tingkat konsumsi kira-kira 13,5 miliar dolar AS," kata Darmin.
Besarnya potensi pasar ekonomi syariah juga terlihat di industri pariwisata halal, dimana Indonesia menduduki peringkat ke-4 negara penikmat wisata halal dunia dengan nilai konsumsi 9,7 miliar dolar AS. "Mengingat besarnya pangsa pasar ekonomi riil syariah, maka sudah sepatutnya kita mengembangkan, membangun sinergi, sehingga mampu meningkatkan peran pada sektor-sektor ekonomi riil syariah secara global," ungkap Darmin.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa perkembangan ekonomi syariah di sektor keuangan syariah juga tidak berbeda jauh dari perkembangan sektor industri riil syariah. "Berdasarkan salah satu data pada 2018, aset keuangan syariah Indonesia memang naik dari 47,6 miliar dolar AS pada 2016 menjadi 81,8 miliar dolar AS per tahun 2017 atau meningkat dari peringkat ke-9 menjadi ke-7 di dunia," kata Darmin. Kemudian berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga 31 Maret 2018, total aset keuangan syariah Indonesia sebesar 82,3 miliar dolar AS. Pangsa tersebut sekitar 8,4 persen terhadap keuangan umum secara nasional.
"Masih kecilnya pangsa keuangan syariah juga terlihat dari peranan perbankan. Kalau perbankan baru punya pangsa pasar terhadap perbankan nasional sebesar 5,7 persen di industri ekonomi syariah," ungkap Darmin. Sektor keuangan syariah non-perbankan, juga punya pola yang sama dalam industri keuangan syariah nasional, seperti asuransi syariah, dana pensiun syariah, lembaga pembiayaan syariah, dan lembaga jasa keuangan syariah lainnya. Ia menyebutkan pangsa pasarnya kira-kira 4,7 persen terhadap Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) nasional.
"Berbagai kebijakan memang digalakkan oleh berbagai lembaga pemerintah, BI, OJK, maupun kementerian-kementerian, tapi memang kurang tersinergi dengan baik," kata Darmin. Kemudian, ia mengatakan jika pemerintah beserta stakeholder yang ada hanya bertahan dengan kegiatan ekonomi yang bergerak sendiri-sendiri, tidak bersinergi, maka ia mengatakan tidak mudah untuk menjadi dominan baik dalam ekonomi syariah secara global atau perekonomian Indonesia secara umum. "Jadi, enggak cukup mendorong industri halal saja, tapi harus ada sinerginya. Paling enggak antara produksi barang dan jasa, logistik, dan jaringan. Bahkan mungkin ekonomi digital atau e-commerce dan global value chain. Mau enggak mau harus dirancang. Enggak bisa melakukan loncatan besar, tapi harus ada upaya bersama-bersama," terang Darmin.
Darmin lalu mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki lembaga-lembaga untuk mendorong, menginisiasi, dan mendinamiskan berbagai kegiatan ekonomi syariah, seperti Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS), lkatan Sarjana Ekonomi lndonesia (ISEI), dan lkatan Ahli Ekonomi lslam (IAEI). "Lembaga-lembaga itu punya tanggung jawab besar untuk dorong, inisiasi dan mendinamiskan jaringan sinergi dari berbagai kegiatan ekonomi syariah. Langkah-langkah itu harus mulai dibicarakan sistematik dalam high level discussion ini," kata Darmin.

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...