Skip to main content

Kehancuran Institusi Ekonomi Kapitalis Ribawiyah


Kehancuran Institusi Ekonomi Kapitalis Ribawiyah


Saat ini semua pemimpin negara di dunia sedang disibukkan mencari jalan keluar yang bisa menyelamatkan ekonomi negara masing-masing dari dampak krisis finansial global yang berawal dari Amerika Serikat (AS). Banyak negara di eropa dan belahan bumi yang lain cenderung menyalahkan AS sebagai biang keladi krisis finansial global saat ini. 
Sikap ini memang tidak salah. Tapi, kalau hanya melihat AS saja ini berarti kita hanya melihat permasalahan krisis finansial global dari gejalanya saja. Padahal ada permasalahan yang lebih substansial daripada permasalahan subprime morgate yang menjadi pemicu krisis finansial global saat ini.

Substansial masalah ekonomi sekarang adalah sistem ekonomi Kapitalis itu sendiri yang sudah sampai pada puncak permasalahan. Beberapa sistem ekonomi Kapitalis yang menimbulkan masalah itu antara lain: adanya uang kertas, lembaga perbankan, dan ekonomi spekulatif yang kian marak. Ketiga hal inilah yang dijalankan untuk kepentingan pemilik modal. 

Di awalnya memang permasalahan itu memberikan keuntungan yang banyak bagi pemilik modal. Tapi, sebenarnya dalam jangka panjang, justru merusak sistem Kapitalisme itu sendiri. Seperti kata Antony Giddens sosiolog dari Inggris. Sistem Kapitalisme ini ibarat jugernath. Di tahap awal, sistem Kapitalisme ini memang seperti kuda yang menarik kereta. Jadi bisa mempercepat ekonomi dan memberi keuntungan para pemilik modal.

Tapi, semakin lama semakin cepat dan tidak lagi terkendali, sehingga pada akhirnya jugernath itu pun bisa membanting dan menghancurkan kereta yang ditariknya itu. Demikian juga yang terjadi pada sistem Kapitalisme saat ini. Sistem kapitalisme sekarang sudah mendekati tahap penghancuran diri sendiri. 


Menggali Liang Kubur Sendiri

Imam Malik, Imam Besar Madinah pada zaman awal Islam menyatakan "uang adalah sembarang komoditi yang biasa diterima sebagai medium pertukaran". Pernyataan ini mengisyaratkan adanya kebebasan dalam menggunakan komoditi sebagai alat pertukaran barang dan jasa.

Tapi, yang terjadi sekarang adalah pemaksaan menggunakan uang kertas (dolar AS) dalam transaksi internasional. Memang di masing-masing negara tetap menggunakan mata uang kertas masing-masing negara. Tapi, uang kertas yang dimiliki masing-masing negara itu sebenarnya juga turunan dari dolar AS. Karena dengan era perdagangan bebas versi ekonomi Kapitalis, nilai atau harga semua barang dan jasa di dunia didasarkan pada kurs mata uang negara yang bersangkutan terhadap dolar AS. 

Penggunaan dan pemaksaan uang kertas adalah bagian dari sistem Kapitalisme yang sebenarnya merugikan masyarakat. Satu di antara masalah yang melibatkan uang kertas di dunia adalah membengkaknya volume sirkulasi uang kertas di dunia yang tidak seimbang dengan jumlah komiditi di seluruh dunia sekali pun. 

Kondisi ini tentu akan menimbulkan sistem ekonomi yang menggelembung. Dalam sejarahnya, setelah perang dunia ke-2 dirancanglah sebuah sistem keuangan dunia yang menjadikan mata uang dolar AS sebagai mata uang utama dalam perdagangan internasional. Pada saat itu, jumlah dolar AS yang beredar di dunia harus didasarkan pada persediaan emas yang dimiliki AS. Sehingga meski dalam bentuk kertas yang tidak punya nilai intrinsik tapi ada back up emas yang jumlahnya sama dengan jumlah nominal uang dolar AS yang ada di masyarakat.

Pada perkembangan berikutnya di tahun 1971 dengan alasan untuk mempercepat dan mengembangkan ekonomi akhirnya AS secara unilateral mengambil keputusan dolar AS tidak perlu lagi di-back up dengan emas. Sejak saat itu dolar dicetak sesuai dengan keperluan AS, sehingga sebenarnya sejak saat itu pula dolar hanyalah kertas biasa yang tidak bernilai. 

Selain itu, dengan banyaknya dolar maka akan bisa menimbulkan inflasi. Meski inflasi merugikan masyarakat secara keseluruhan, tapi tetap saja orang miskin yang lebih banyak dirugikan. Jadi tetap saja negara yang kaya dolar bisa menikmati apa pun kondisi perekonomian saat ini. Sedangkan negara miskin tetap saja menderita. 

Inflasi juga menyebabkan banyak pengangguran dan berujung pada kriminalitas. Karena itu, sistem uang kertas (dolar AS) saat ini sebenarnya merugikan. Selain itu dengan menggunakan mata uang utama dolar, berarti ada kurs. Dan dalam sebuah perdagangan antar negara dengan menggunakan kurs mata uang, lagi-lagi kita melihat ketidakadilan. 

Kalau kita kembali pada pola dasar perdagangan (barter), secara esensi, seharusnya satu produk barang punya harga yang sama meskipun dijual di negara-negara lain dengan mata uang yang berbeda. Misalnya, harga 1 komputer di Jepang setara dengan beras 1 kwintal. Maka, kalau komputer itu dijual di negara-negara lain mestinya harganya juga setara dengan 1 kwintal beras.

Realitasnya tidak demikian, karena di Indonesia harga 1 komputer itu tidak lagi 1 kwintal beras tetapi bisa menjadi 80 kwintal beras, dan ini terjadi hanya karena kurs mata uang kertas. Kondisi ini tidak adil dan menimbulkan kerugian bagi negara-negara miskin dan menguntungkan negara-negara kaya.

Inilah satu kelemahan ekonomi Kapitalis karena menggunakan mata uang kertas (dolar AS). Mestinya alat tukar itu berupa emas sehingga barang yang kita beli itu setara dengan harga emas yang kita bayarkan. Jadi kalau satu barang itu dijual di berbagai tempat, harganya akan tetap setara karena tidak ada kurs untuk emas.

Adanya perbedaan harga emas saat ini, karena adanya uang kertas dan kurs. Kelemahan yang kedua dalam sistem Kapitalis berada pada institusi perbankan. Dengan fasilitas kredit plus bunganya perbankan turut serta dalam menyengsarakan masyarakat miskin. Karena sudah jelas-jelas Allah itu mengharamkan riba dan menghalalkan jual beli.

Secara logika kita bisa melihat kerusakan yang ditimbulkan oleh riba. Pada waktu bank memberi kredit, maka dalam pengembalian kredit itu bank minta bunga. Dengan adanya bunga pinjaman, maka sebenarnya bank telah menciptakan uang dari sesuatu yang tidak ada. Selain itu, dengan adanya bunga pinjaman berarti bank telah ikut menambahkan jumlah uang yang beredar di masyarakat. 

Kalau semua bank ikut menambahkan jumlah uang yang beredar di masyarakat dari bunga pinjaman, ini sama artinya bank ikut berperan dalam menciptakan inflasi. Karena semakin banyak bunga pinjaman yang didapatkan bank, berarti semakin banyak tambahan uang yang beredar di masyarakat akibat adanya bunga pinjaman. Dan semakin banyak uang beredar, bisa mengakibatkan inflasi.

Kelemahan ketiga dari sistem kapitalis adalah maraknya ekonomi spekulatif (perdagangan valuta asing, surat berharga, komoditi berjangka) atau perdagangan elektronik. Perdagangan elektronik ini jelas-jelas merugikan dan menyengsarakan masyarakat. Sebagai contoh, di India beberapa bulan yang lalu harga komoditi gula yang dimiliki India tiba tiba saja hancur dan jauh dari harga ideal karena ulah para spekulator yang berdagang dengan sistem elektronik di perdagangan komoditi berjangka. Akhirnya Kementerian Keuangan India menghentikan perdagangan gula dari bursa komoditi berjangka di India. 

Contoh lain, dalam tahun ini spekulator minyak berhasil menaikkan harga minyak dunia sampai sekitar 140 US$. Padahal harga wajar dan idealnya hanya 85 US$. Selain itu, perdagangan valuta asing (valas) juga memperlihatkan bagaimana tidak berdayanya pemerintahan suatu negara kalau sudah berhadapan dengan para spekulator uang atau valas. 
Bahkan tidak jarang pemerintah harus membuang cadangan devisa hanya untuk bermain-main dengan spekulator. Ini menunjukkan pemerintah tidak lagi mempu melindungi rakyatnya pada waktu berhadapan dengan spekulator yang bisa mempermainkan uang dan harga komoditi.

Ekonomi spekulatif ini juga telah menambah jumlah uang yang beredar dari sesuatu yang tidak ada. Karena dalam perdagangan elektronik, barang yang diperdagangkan ini realitasnya tidak ada. Dan sekali lagi, banyaknya jumlah uang yang beredar akan menimbulkan kesengsaran masyarakat.

Ketiga hal tersebut bisa berpengaruh pada inflasi dan melemahkan daya beli masyarakat. Kalau masyarakat sudah tidak lagi mampu membeli produk yang dijual, maka tinggal menunggu kebangkrutan dari industri yang pada ujungnya akan menghancurkan sistem Kapitalisme itu sendiri. Jadi, apa yang terjadi sekarang ini adalah proses kematian Kapitalisme yang berasal dari dalam sistem kapitalisme itu sendiri.

Sistem Alternatif
Sistem Kapitalisme selain berakhirnya dengan kehancuran, yang pasti juga merugikan masyarakat karena tidak adanya keadilan. Karena itu, saat ini sudah waktunya memunculkan sistem ekonomi syariah yang sebenarnya sudah sangat teruji dan stabil.

Kestabilan ekonomi syariah ini, karena didukung 5 pilar. 
Pilar pertama adalah penggunaan mata uang yang bebas ditentukan oleh penggunanya, terutama pada emas, karena emas terbebas dari inflasi. Dalam sejarahnya mata uang emas bisa bertahan sampai 2.500 tahun. Ini membuktikan ketahanan mata uang emas dibandingkan dengan uang kertas dari berbagai permasalahan ekonomi. 

Pilar kedua adalah open markets (pasar terbuka). Dalam sistem Kapitalisme, ekonomi spekulatif menyerap begitu banyak uang tapi hanya menyerap sedikit tenaga kerja dan ironisnya ekonomi spekulatif ini sangat mempengaruhi ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Kondisi ini harus digantikan dengan open markets (pasar terbuka).
Pasar terbuka ini merupakan tempat berdagang bagi siapa saja tanpa pandang bulu. Jadi semua masyarakat diperbolehkan berdagang di pasar terbuka ini, tanpa dipungut biaya, sehingga akan menyerap perputaran uang dalam jumlah besar sekaligus menyerap banyak tenaga kerja. Pasar terbuka ini menjadi lawan pasar modern (mall dan hypermarket) yang sangat diskriminatif karena hanya bisa diakses yang punya modal besar. 

Pilar ketiga adalah open distribution and logistic infrastructure. Dengan pilar ketiga ini, semua masyarakat bisa menjadi distributor semua produk tanpa ada monopoli. Dalam perkembangan perdagangan islam, ini disebut caravan. Tidak adanya monopoli, akan membuat produk lebih mudah didapatkan masyarakat tanpa permainan harga. 

Pilar keempat adalah open production infrastructure. Dengan pilar keempat ini maka rumah-rumah produksi harus diberi kesempatan berkembang. Di Korea Selatan misalnya, industri rumah tangga tidak berdiri sendiri tapi menjadi akar dari perusahaan besar seperti Samsung, Hyundai, LG. Dengan cara semacam ini, pusat-pusat keuntungan menjadi menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Sehingga kesejahteraan bukan dimonopoli oleh kelompok kecil pemilik modal. 

Pilar kelima syirkat dan qirad. Pilar kelima ini, akan memberikan kepada semua orang pada posisi yang sama dan saling menguntungkan. Antara pemegang saham mayoritas dan minoritas punya hak yang sama dalam pengambilan kebijakan. Jadi, tidak ada penindasan dari yang besar pada yang kecil, atau pemilik modal dan pekerja. Karena syirkat dan qirad menjadikan semua yang berhubungan dengan bisnis sebagai mitra. 

Dengan melihat kondisi semacam ini, tinggal menunggu waktu saja peralihan sistem Kapitalis ke ekonomi Islam. Karena bagaimana pun juga, setiap manusia pasti akan memilih yang baik. 

Kondisi pada saat keluarnya Al-Mahdi adalah fase dimulainya kehancuran ekonomi Barat yang bercorak kapitalis, di mana sistem ekonomi ribawiyah merupakan salah satu pilar penting bagi tegaknya sistem ekonomi ini. Dalam era globalisasi, sistem ekonomi ribawiyah di segenap negara-negara dunia telah membentuk suatu jaringan yang saling bergantung secara sempurna. Masyarakat dunia melakukan transaksi dengan bank-bank ribawiyah; sistem perbankan ribawiyah di setiap negara melakukan transaksi dengan bank sentral negara tersebut maupun dengan institusi-institusi ribawiyah di luar negeri.
Bank sentral negara tersebut melakukan pinjam-meminjam dengan institusi-institusi ribawiyah internasional, semacam Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, maupun pinjaman antar-negara secara ribawiyah. Di antara bentuk saling ketergantungan yang sangat intensif terlihat dari beroperasi bank-bank asing di suatu negara hingga ke sejumlah provinsi di negara tersebut, baik berupa bank dengan seratus persen modal asing maupun bank dalam bentuk usaha patungan dengan pengusaha lokal.
Di dalam keragaman bentuk saling ketergantungan ini terlihat dari bank-bank suatu negara melakukan bisnis reksadana dengan portofolio berupa saham, obligasi, dan berbagai mata dagangan lainnya dari negara-negara lainnya. Misalnya, sebuah bank di Italia menjual surat berharga pemerintah Argentina, sebuah bank di ibu kota provinsi di Indonesia menjual saham perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa saham New York, dan lain sebagainya.
Tampak bahwa hal itu semakin menyempurnakan saling ketergantungan dalam sistem ekonomi ribawiyah, sedang posisi Amerika dalam hal ini adalah sebagai penggerak sistem perekonomian dunia. Praktis pertumbuhan perekonomian dunia bergerak sesuai dengan kebijakan yang diambil Gubernur Bank Sentral Amerika.
Maka, ketika gempa moneter raksasa benar-benar terjadi dan meruntuhkan Amerika sebagai pilar penyangga jejaring sistem ekonomi ribawiyah-spekulatif global, segenap bentuk kekayaan yang tersangkut pada jejaring tersebut hingga ke pelosok bumi yang paling terpencil pun secara teknis akan ikut hancur tersapu gelombang tsunami moneter dengan suatu kehancuran yang sempurna! Hasil akhirnya adalah kemelaratan dan kehebohan luar biasa yang menghampiri segenap negeri di dunia tanpa terkecuali.
Orang-orang yang paling beruntung ketika itu adalah mereka yang terbebas dari sistem ekonomi ribawiyah-spekulatif, atau mereka yang tidak memiliki apa-apa; tidak ada kegelisahan, tidak ada kesedihan.
Hubungan dengan kemunculan Al-Mahdi adalah bahwa fase kehancuran ekonomi kapitalis ribawiyah ini akan mengawali kehancuran dunia secara umum. Dapat kita bayangkan jika akhirnya masyarakat seluruh dunia harus kesulitan untuk mendapatkan kebutuhan pokok karena tidak beroperasinya pabrik-pabrik yang memproduksi seluruh kebutuhan mereka (disebabkan runtuhnya fondasi ekonomi mereka), maka jalan menuju kemiskinan dan kehancuran total telah terbentang di depan mata.
Ketika pabrik-pabrik industri, mesin-mesin produksi, teknologi transportasi, termasuk mal-mal dan pusat perbelanjaan yang harus berhenti beroperasi karena berhentinya kuncuran kredit disebabkan kehancuran pusat ekonomi dunia, maka secara otomatis akan berhenti pula roda perekonomian rakyat.
Manusia tidak lagi mendapatkan apa yang menjadi kebutuhan mereka. Sebab, mereka selama ini telah terkondisi untuk mengonsumsi sesuatu yang bersifat instan, dan mereka harus kembali lagi ke cara-cara tradisional dan manual untuk memenuhi kebutuhan mereka. Padahal lingkungan mereka sudah tidak mendukung untuk tersedianya beragam kebutuhan itu.
Begitulah masa-masa sulit yang akan dihadapi oleh manusia sebelum kemunculan Dajjal.
===============
Kontributor:  Christa Rahma, Sudirman STAIL yang disarikan dari buku: Nubuwat Perang Akhir Zaman. Penulis: Abu Fatiah Al-Adnani. Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF . Email: ustazsofyan@gmail.com


Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah?

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah? By  Nizar Alshubaily Editor: Ust Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Recent debates in social media still point to a level of unease about what constitutes currency in Shariah and doubts remain about paper money.  Some claim that paper money is Haram, and insist that only gold and silver are legitimate currencies. Others demand that paper money must be backed by gold and silver. Some see paper money as a product of the interest-bearing international banking system, and therefore non-Shariah compliant.  Some of the statements made concerning currencies in Shariah claim that Fiat currencies are Haram since they are based on debt and interest, while other statements claim that Shariah requires a currency to have intrinsic value. Yet others believe gold and silver are Sunnah, specifically Sunnah Taqririya, one of the three types of Sunnah, more related to tacit approval.  Nothing could be further from the truth....