Transaksi
Jual Beli: Beberapa Kasus
Pertanyaan:
1.
Perbedaan Antara Bank Riba Dan Bank Islam. Jika
Bank Islam tidak beroperasi dengan sistem bunga, bagaimana mereka mendapatkan
keuntungan? Apakah pungutan yang mereka ambil sebagai biaya pelayanan termasuk
riba? Apa saja transaksi yang dianggap Islam sebagai riba?
2. Sebagian Perusahaan Mereka Membantu Melunasi Hutang Barang
Dengan Prosentase. Sebagian perusahaan membantu pelunasan hutang
saya untuk barang yang telah saya beli dari luar negeri, lalu saya yang
membayar kepada perusahaan tersebut setelah satu atau dua bulan dengan komisi 6
% serupa dengan pajak dan pembiayaan, apakah yang demikian ini boleh ?,
biasanya hanya mengambil 5 %, lalu ditambah 1 % karena saya tidak membayarnya
dengan kontan, saya akan membayarnya setelah dua bulan ?
3.
Membeli Rumah Dengan Kredit Disertai Syarat Denda Kalau Terlambat. Di
Amerika sebagian pemilik rumah kesulitan dalam melunasi kredit yang mereka
pinjam suatu hari dari Bank untuk membeli rumah itu. Lalu bank datang dan
menguasai rumah tersebut dengan patokan undang-undang dan akad antara dia dan
orang yang meminjam. Kemudian bank menawarkan untuk menjualnya setelah menambah
harga aslinya sesuai kadar keuntungan selama tiga puluh tahun ke depan. Pembeli
datang dan membeli rumah dengan cara membayar secara kredit. Dengan nominal
bulanan yang tetap. Apakah hal ini dibolehkan agama? Tentu gambaran ini
berbeda dengan gambaran umum, yaitu seseorang meminjam uang kemudian dia pergi
dan membeli rumah sendiri. Gambaran di sini adalah ibarat membeli rumah itu
sendiri bukan meminjam uang, cuma harganya melambung tinggi karena bank telah
menambahkan laba. Akan tetapi kompensasinya dia membayar kredit selama tiga
puluh tahun. Gambaran lain yang mirip dengan gambaran pertama adalah sebagian
kontraktor membangun rumah dan menawarkan untuk dijual. Dengan harga lebih
tinggi dari rumah yang sama. Karena mereka melakukan hal yang sama seperti
bank. Maksudnya mereka menambahi kadar keuntungan untuk tiga puluh tahun ke
depan dari harga asli rumah itu. Kemudian dilakukan seperti transaksi dengan
bank, yaitu pembeli membayar secara kredit yang tetap setiap bulan. Tentu ada
denda kalau seseorang terlambat membayar pada salah satu bulan, maka dia
membayar denda tambahan dari kredit sebagai hukuman keterlambatan. Ini adalah
hal yang marak bukan hanya pada kredit rumah saja, bahkan pembayaran listrik
dan kredit kuliah dan lainnya. Kalau seseorang terlambat, maka dia membayar
denda. Tentu dendanya hanya khusus kredit untuk bulan itu saja. Maksudnya tidak
berlanjut pada kredit lainnya. Kecuali kalau terulang pada masalah yang sama,
tergelincir dan terlambat, maka terulang dendanya. Apa hukum ini juga. Apakah
dibolehkan membeli rumah seperti ini?
4. Mengambil Barang Dagangan Dari Seorang Pedagang dan
Menjualnya Kembali Dengan Harga Lebih Tinggi Agar Bisa Melunasi Hutangnya
Kepada Pedagang Tersebut. Ada
seorang laki-laki tidak mempunyai barang dagangan, lalu ia mengambil dari
pedagang besar beberapa botol parfum dengan harga tertentu perbotolnya,
kemudian ia jual dengan harga lebih tinggi dan pada sore harinya dia
menyetorkan kepada pedagang besar tersebut harga barang yang dijual dan
mengambil sisanya ?
Teks
Jawaban:
1. Alhamdulillah. Pertama, Sistem bunga yang menjadi andalan bank-bank komersil adalah sitem riba yang
diharamkan, dilaksanakan dengan memberikan pinjaman atau meminjam dengan riba.
Bank memberikan pinjaman kepada nasabah, sedangkan nasabah yang menyimpan uang
di bank mendapatkan imbalan. Pinjam meminjam dengan adanya keuntungan adalah
riba yang disepakati keharamannya.
Adapun perbankan
dan jasa keuangan Islami berpatokan pada transaksi yang dibolehkan, baik dalam
bentuk jual beli atau saham dan lainnya dalam berbagai bentuk investasi harta.
Juga dengan mengambil keuntungan dari jasa transfer serta mengambil selisih
kurs dalam jual beli mata uang. Berikut ini merupakan contoh sederhana
perbedaan antara transaksi riba dengan transaksi yang disyariatkan dan
bagaimana bank mengambil untung dari kedua transaksi ini. Jika seorang nasabah
ingin mendapatkan keuntungan dari harta yang diinvestasikan, maka dia menyimpan
hartanya untuk ditabung di bank riba, maka bank memberikan kepadanya bunga
tertentu sedangkan modal pokoknya dijamin tetap. Ini hakekatnya adalah riba,
nasabah meminjamkan kepada bank, lalu bank mengambil manfaat dari uang yang
disimpan itu dengan meminjamkannya kepada nasabah lainnya dengan mengambil
keuntungan darinya. Maka bank meminjam dan meminjamkan lalu mengambil manfaat
dengan selisih keuntungan.
Adapun Bank
Islamy, salah satu caranya adalah menerima uang nasabah untuk diinvestikan
dalam proyek bisnis atau properti atau semacamnya, lalu nasabah diberikan
prosentase dari keuntungan, bank pun seperti halnya nasabah memiliki jatah
prosentase keuntungan. Keuntungan bank didapat dari keuntungan proyek tersebut,
boleh jadi keuntungannya lebih besar dibandingkan keuntungan yang didapat dari
bank riba yang diharamkan. Akan tetapi dalam masalah investasi ini ada
konsekwensinya, maka itu hendaknya harus bersungguh-sungguh dan mencari pilihan
proyek yang bermanfaat dan dapat dijalankan serta mungkin untuk dikontrol agar
hasilnya tampak.
Perbedaan antara
bank riba dan bank Islam dalam contoh ini adalah perbedaan antara simpan pinjam
yang mengandung riba yang diharamkan dengan investasi yang seorang nasabah juga
dapat menanggung kerugian hartanya. Tidak ada jaminan bahwa modal dasarnya tetap
ada, akan tetapi, jika beruntung maka dia mendapatkan keuntungan yang halal.
Maksudnya
adalah; bahwa Bank Islam memiliki banyak cara yang dibenarkan syariat
untuk mendapatkan keuntungan. Karena itu, bank-bank Islam ini mulai tumbuh
berkembang, bahkan sejumlah Negara non muslim sedang berusaha menggagas system
perbankan Islam karena dia mendatangkan keuntungan serta dapat menghindar dari
dampak buruk system riba yang banyak menimbulkan kerugian.
Kedua, Praktek
transaksi riba itu banyak, di antaranya; Simpan pinjam berbunga, menukar mata
uang secara kredit, tukar menukar emas dengan selisih kelebihan atau dengan
penangguhan, perkara-perkara yang hakikatnya mengandung riba, seperti diskon
surat-surat komersil, saving account, surat-surat investasi berhadiah, denda
akibat keterlambatan cicilan atau kartu kredit. Semua ini dapat dibaca di web
ini kajiannya. Wallahu a’lam.
2. Jika
permasalahannya sesuai dengan apa yang tertera di dalam pertanyaaan anda, bahwa
anda tidak memberikan uang seharga barang tersebut kepada perusahaan untuk
membayarkannya sebagai wakil dari anda, kemudian meminta pelunasan dari anda
sejumlah uang yang dibayarkan oleh perusahaan dengan mengambil sekian persen
yang telah disebutkan, maka ini merupakan hutang yang mengandung riba yang
diharamkan, tidak bisa menjadi mubah meskipun dinamakan dengan ‘pembiayaan’.
Tidak ada bedanya juga dengan mengambil prosentase 5 %, lebih banyak atau lebih
sedikit dari itu.
Ibnu Qudamah
–rahimahullah- berkata: “Setiap hutang yang dengan syarat ada tambahannya, maka
hukumnya haram tanpa ada perbedaan pendapat dalam hal ini”. Ibnul Mundzir
berkata: “Mereka telah melakukan ijma’ bahwa jika orang yang memberi
pinjaman uang, memberikan syarat kepada orang yang meminjam ada tambahan atau
hadiah, lalu meminjamkannya karena itu, maka mengambil tambahannnya itu adalah
riba”.
Telah diriwayatkan
dari Ubay bin Ka’ab, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud bahwa mereka telah melarang
piutang yang ada manfaatnya. (Al Mughni: 6/436). Wallahu A’lam
3. Pertama, Bank
atau kontraktor pemilik rumah – apakah dengan membeli dari pelanggan atau dari
lainnya atau membangunnya – dibolehkan menjualnya dengan harga kredit lebih
tinggi dari harga cash. Tidak mengapa keuntungan dihitung sebagaimana
menghitung keuntungan riba atau keuntungan lebih mengikuti tambahan waktu
kredit. Selagi penjualannya dengan harga yang sudah ditetapkan, tidak ada
tambahan.
Contohnya, harga
rumah semisal 100 juta, kemudian dijual dengan harga 120 juta dengan harga
kredit selama 20 tahun, atau dijual 130 juta untuk kredit selama 30
tahun. Maka hal itu dibolehkan dengan syarat kesepakatan tertentu pada salah
satu gambaran tadi.
Kedua, Tidak
dibolehkan menyebut secara langsung keuntungan seperti bank mengatakan bahwa
harga rumah ini 100 ribu dan keuntungannya 30 ribu. Akan tetapi keuntungan
dimasukkan sebagai harga barang, seperti sebelumnya.
Terdapat riwayat
ketetapan dari Majma Fikih Islami terkait menjual dengan kredit,
“Sesungguhnya
Majma Fikih Islami yang dilaksanakan pada Daurah Muktamar Keenam di Jedah
Pemerintahan Saudi Arabia tanggal 17-23 Sya’ban 1410 H bertepatan tanggal 14-20
Maret 1990 M. setelah meneliti terkait pembahasan yang ada dalam Majma khusus
pembahasan menjual dengan kredit, dengan mendengarkan dialog yang ada seputar
itu, maka ditetapkan sebagai berikut:
Pertama:
Dibolehkan menambah harga kredit dari harga cash, sebagaimana dibolehkan
menyebutkan harga barang antara harga cash dan harga kredit untuk waktu
tertentu. Tidak sah penjualan kecuali jika ditetapkan salah satu dari dua akad,
baik dengan cash atau kredit. Kalau terjadi penjualan disertai keraguan antara
cash dan kredit, yaitu belum terjadi kesepakatan tetap untuk satu harga
tertentu, maka hal itu tidak dibolehkan agama.
Kedua: Tidak
dibolehkan agama dalam penjualan kredit, penyebutkan langsung dalam akad untuk
keuntungan kredit, terpisah dari harga cash, yaitu yang terkait dengan waktu
penundaan. Baik telah sepakat dua akad dengan prosentasi keuntungan atau tekait
dengan keuntungan yang berlaku sekarang.
Ketiga: Kalau pembeli
yang berhutang terlambat membayar kredit dari waktu yang ditentukan, maka tidak
dibolehkan memaksa tambahan hutang dengan syarat terdahulu atau tanpa syarat.
Karena hal itu termasuk riba yang diharamkan.
Keempat:
Diharamkan orang yang berhutang menunda-nunda pembayaran ketika telah jatuh
tempo kredit, meskipun begitu, tidak dibolehkan dalam agama mensyaratkan
pengganti dalam kondisi terlambat dalam pembayaran.
Kelima: Dibolehkan
dalam agama, penjual kredit mensyaratkan pembayaran kredit sebelum jatuh tempo,
ketika orang yang berhutang terlambat dalam pembayaran sebagiannya. Selagi
orang yang berhutang telah rela dengan syarat ini waktu akad (pembelian).
Keenam: penjual
tidak berhak menyimpan kepemilikan barang yang dijual setelah terjual. Akan
tetapi penjual dibolehkan mensyaratkan kepada pembeli menggadaikan barang yang
dijual (disimpan) pada dirinya untuk jaminan haknya dalam pemenuhan kredit di
akhir.” (Majalah Mujama, edisi.6 Juz 1 hal. 453)
Ketiga:Tidak dibolehkan
akad mengandung syarat denda ketika terlambat melunasi salah satu kredit.
Karena hal itu termasuk riba yang diharamkan. Sebagaimana keputusan dalam Majma
Fikih.
Begitu juga pada
semua hutang, seperti tagihan listrik, kredit (SPP) kampus. Tidak dibolehkan didalamnya
mensyaratkan denda keterlambatan. Dari sini, maka tidak dibolehkan membeli
rumah dari bank atau kontraktor ketika ada syarat semacam ini. Karena
menandatanganinya dan memaksanya, termasuk pemaksaan dengan riba serta
menyetujuinya, dan hal itu diharamkan. Kepada umat Islam hendaknya saling
membahu dan bekerjasama untuk memahamkan pihak bank dan pemilik agar menghapus
syarat ini dan memberikan jaminan yang diberikan kepada pemilik kepercayaan dan
ketenangan sampai mendapatkan haknya.
Keempat:
Kalau peminjam tidak mampu melunasi hutangnya, maka pihak bank dibolehkan
menjual (rumah) yang digadaikan. Dibolehkan membelinya dengan dua syarat: izin
dari pemilik rumah atau telah diputuskan hakim untuk dijual. Hendaknya dijual
dengan harga yang sama. Kalau salah satu syarat ini tidak ada, maka tidak boleh
membelinya. Wallahu a’lam.
4.
Dalam bab mu’amalah ini ada dua gambaran:
Pertama:
Ia membeli beberapa botol parfum itu kepada pedagang besar tersebut dengan cara
hutang, kemudian ia menjualnya dengan harga yang lebih tinggi, agar bisa
melunasi hutangnya kepada pedagang tersebut setelah menerima uangnya.
Tidak
masalah dalam mu’amalah seperti ini, akan tetapi ada syaratnya barangnya harus
dipindahkan dari tempat pedagang besar tersebut sebelum dijual kembali, tidak
sah jual beli dengan akad yang mengikat, sementara barangnya masih berada di
dalam gudangnya pedagang; yang menjadi dalil dalam masalah ini apa yang
diriwayatkan oleh Abu Daud: 3499 dari Zaid bin Tsabit –radhiyallahu ‘anhu-
bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:
نَهَى
أَنْ تُبَاعَ السِّلَعُ حَيْثُ تُبْتَاعُ حَتَّى يَحُوزَهَا التُّجَّارُ إِلَى
رِحَالِهِمْ
والحديث حسنه الألباني في
صحيح أبي داود
“Telah
melarang barang dagangan untuk dijual dimana ia dibeli, sampai pedagangnya
memindahkannya ke tempat mereka”. (Hadits ini dihasankan oleh Albani di dalam Shahih Abu
Daud)
Kesimpulan:
Barang dagangan tersebut harus dimiliki dengan kepemilikan yang benar, meskipun
harganya belum dibayar, bahkan dengan dibayar kemudian (hutang), hal ini tidak
masalah. Barang tersebut menjadi tanggungan dari penjual, kalau misalnya rusak
atau dicuri atau yang lainnya maka akan menjadi tanggungannya. Penjual tersebut
berhak mendapatkan harga sejumlah yang ia jual.
Kedua,
Orang tersebut hendaknya menjadi wakil dari pedagang tersebut yang bersepakat
dengannya untuk menjualkan dagangannya, jika ia mampu menjualkan di atas harga
yang telah ditentukan, maka tambahannya berhak ia miliki. Gambaran jual beli
ini boleh dilakukan. Tidak disyaratkan harus memiliki barang tersebut terlebih
dahulu atau dengan memindahkannya sebelum ia menjualnya; karena ia posisinya
hanya sebagai wakil dari pemilik barang.
Ibnu
Qudamah –rahimahullah- berkata di dalam Al Mughni (5/86): “Jika ia
berkata: “Jualkan ini dengan harga 10 !, jika lebih dari itu maka tambahannya
menjadi hakmu”, akad ini shahih ia berhak memiliki tambahan tersebut. Imam
Syafi’i berkata: “Tidak sah”. Yang menunjukkan sahnya jual beli tersebut
adalah: “Bahwa Ibnu Abbas berpendapat tidak apa-apa, karena ia melakukan transaksi
hartanya dengan seizin darinya, maka syarat tentang keuntungan tersebut adalah
sah, seperti pelaku akad mudharabah dan pekerja pada akad musaqah”.
Jika
belum disepakati antara dia dengan pedagang tersebut bahwa tambahan dari harga
yang dipatok menjadi hak miliknya, maka tambahan tersebut menjadi hak milik
dari pedagang, ia tidak berhak mendapatkannya kecuali hanya gajinya saja atau
sekian persen dari kesepakatan awal. Wallahu A’lam
==================
Sumber: (https://islamqa.info/index.php/id/
), digabungkan beberapa pertanyaan yang berkaitan.
Jawaban Pertanyaan oleh Tim Islamqa, diawasi
oleh: Sheikh Muhammed Salih Al-Munajjid.
Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar. e-mail: ustazsofyan@gmail.com
Comments
Post a Comment