Zakat
dan Pemberdayaan Ekonomi Umat
Zakat
merupakan salah satu rukun Islam sesudah syahadat dan shalat. Ibadah zakat
dapat membersihkan harta benda pemiliknya dengan jalan mengeluarkan sebagian
harta bendanya yang memang menjadi hak fakir miskin dan sebagainya. Ibadah ini
sekaligus juga membersihkan orang yang menzakati harta bendanya dari kotoran
sifat kikir dan dosa. Zakat adalah menyerahkan sebagian harta benda yang telah
ditentukan oleh Allah kepada yang berhak menerimanya. Wakaf merupakan salah satu
instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjadi perekat
kohesi sosial bangsa kita. Wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi yang
sangat potensial untuk menopang kesejahteraan masyarakat banyak. Pengelolaan
zakat fitrah dan zakat maal dengan baik dapat mengatasi kemelaratan dan
kepincangan sosial di dalam masyarakat khususnya umat Islam di Indonesia. Wakaf
dapat meningkatkan ekonomi umat jika dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, baik
wakaf berupa barang tidak bergerak maupun wakaf dana tunai.
Salah
satu syari‟at Islam yang menjadi sumber dana kegiatan masyarakat Islam
adalah zakat. Ibadah zakat ini selain mempunyai dimensi ketakwaan bagi yang
menunaikannya juga merupakan manifestasi solidaritas sosial dari kaum muslimin yang
memperoleh rizki lebih dari Allah kepada saudarasaudaranya seiman yaang tidak
mampu. Tradisi pelaksanaan zakat dikalangan muslimin Indonesia sebenarnya sudah
sangat lama sebagai bagian penting dari kesempurnaan pengamalan ajaran agama
Islam. Namun tampaknya tradisi zakat, baru zakat fitrah yang benar-benar secara
luas dilaksanakan oleh masyarakat. Zakat mal yang seharusnya potensial kurang
sekali mendapatkan perhatian. Hal ini disebabkan karena persepsi fiqihtentang
zakat itu yang belum berkembang dan disegi lain pengelolaannya yang belum
sepenuhnya efesien dan efektif. Namun, yang tidak dapat dipungkiri bahwa zakat
maal yang kurang efektif dilaksanakan oleh sebagian umat Islam telah menampakkan
bukti dengan berdirinya puluhan ribu Masjid, mushalla, langgar, Pesantren, Madrasah,
sekolah, Universitas, rumah sakit, acara-acara muktamar atau komprensi Islam, beasiswa,
yang dibiayai dari dana zakat. (Muhammmad dan Abu Bakar 2011, hal. 60).
Zakat
dan Peranannya dalam Meningkatkan Ekonomi Umat
Zakat
selama ini banyak dikembangkan di lingkungan masing-masing kelompok masyarakat
secara amat terbatas, bahkan mustahiq lain, para fakir miskin yang bukan
lingkungan terbatas tadi tidak ikut menikmatinya. Lingkungan terbatas itu bisa
para kiyai, ustaz, guru mengaji, ulama setempat atau pimpinan organisasi Islam
dimana yang bersangkutan menjadi anggotanya. Demikian pula bagi sejumlah umat
Islam yang dekat dengan kiyai atau menjadi jamaah dari organisasi seperti Muhammadiyah,
Nahdatul ulama dan lain-lain. Bagaimana pula terhadap umat Islam yang tidak
memiliki kedekatan dengan kiyai atau juga bukan suatu organisasi Islam yang
secara biasa mengandalkan kegiatannya dari dana zakat. Selain zakat yang menjadi
pokok masalah juga masalah wakaf dimana wakaf menjadi semakin penting sebagai
salah satu instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjadi
perekat kohesi sosial bangsa kita. Dalam Islam wakaf merupakan salah satu
instrumen ekonomi yang sangat potensial untuk menopang kesejahteraan masyarakat
banyak. Namun sampai saat ini waqaf belum di rasakan manfaatnya oleh
kepentingan umum. Bahkan pada kondisi-kondisi tartentu benda-benda waqaf sering
menjadi beban para nazhir (pengelola waqaf). Untuk itu upaya-upaya pengembangan
waqaf terus dilakukan oleh berbagai pihak, baik dari pemerintah maupun dari LSM
dan lembaga-lembaga waqaf lainnya. Zakat merupakan salah satu rukun Islam
sesudah syahadat dan shalat. Ibadah ini di sebut zakat karena sesuai dengan
namanya dapat membersihkan harta benda pemiliknya dengan jalan mengeluarkan
sebagian harta bendanya yang memang menjadi hak fakir miskin dan sebagainya.
Ibadah ini sekaligus juga membersihkan orang yang menzakati harta bendanya dari
kotoran sifat kikir dan dosa. Zakat adalah menyerahkan sebagian harta benda
yang telah ditentukan oleh Allah kepada yang berhak menerimanya (Masjfuk, 1988:
37).
Dalam
beberapa ayat Al-Qur‟an ditemukan agar nasib orang fakir miskin itu diperhatikan,
antara lain surat Al-Hajj : 28 adalah:
Artinya
: “Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka
dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas
rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka
makanlah sebagian dari padanya dan (sebagian) lagi berikan untuk dimakan
orang-orang yang sengsara lagi fakir”. (QS.Al-Haji : 28). Artinya : Jika
kamu menampakkan sedekah (kamu), maka adalah baik sekali. Dan jika kamu
menyembunyikannya itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu dan Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
(Q.S. Al-Baqarah : 271). Artinya : “Berinfaklah kepada
orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak dapat
(berusaha) di bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena
memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifat.
Mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik
yang kamu nafkahkan (dijalan) Allah, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahui”.
(Q.S. Al-Baqrah: 273).
Ayat
di atas menunjukkan bahwa orang-orang faqir yang sengsara itu harus
diperhatikan. Kefakiran itu perlu diperangi dan dihilangkan, karena bisa
merusak iman (aqidah), sebagimana sabda Nabi SAW. “Kefakiran
itu dekat sekali dengan kekufuran”. Ayat mengenai orang miskin di
kemukakan juga dalam beberapa ayat Q.S. Al-Isra‟:
26, Artinya : “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat
akan haknya. Kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan. Dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (Q.S.Al-Isra‟:26).
nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
Dan apa saja kebajikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahui”
(Q.S. Al-Baqarah : 215).
Masih
banyak lagi ayat-ayat lain yang pada dasarnya sangat peduli dan sangat
mementingkan nasib orang yang melarat. Sebagaimana halnya kefakiran, maka
kemiskinanpun perlu diperangi dan dihapuskan dengan berbagai cara yang telah diisyaratkan
oleh Al-Qur‟an. Jalan yang bisa ditempuh adalah menyantuni mereka dengan
memberikan dana (zakat) yang sifatnya konsumtif atau memberikan modal yang
sifatnya
produktif
untuk diolah dan dikembangkan. Anak-anak yatim yang belum bisa berusaha dan
mandiri, orang jompo atau orang dewasa yang tidak bisa bekerja karena sakit
atau cacat, maka zakat konsumtif tidak bisa dihindari, mereka wajib disantuni
dari sumber-sumber zakat dan infaq lainnya. Lain halnya dengan yang kuat
bekerja dan bisa mandiri dalam menjalankan usaha, maka hal tersebut dapat
ditempuh dengan memberi modal kepada perorangan atau kepada perusahaan yang
dikelola secara kolektif. Pemberian modal kepada perorangan harus dipertimbangkan
dengan matang oleh amil. Apakah yang bersangkutan mampu mengolah dana yang diberikan
itu, sehingga pada suatu saat tidak lagi menggantungkah hidupnya kepada orang
lain, termasuk mengharapkan zakat. Apabila hal ini dapat di kelola dengan baik
atas pengawasan dari Amil maka secara berangsur-angsur orang tidak punya akan
terus berkurang dan tidak tertutup kemungkinan, dia bisa menjadi muzakki atau pemberi
zakat dan bukan lagi sebagai penerima zakat. (Ibrahim
2006,
hal 61).
Apabila
usaha itu dikelola secara kolektif, maka orang-orang fakir miskin yang mampu
bekerja menurut keahliannya masing-masing dapat diikut sertakan. Dengan demikian
biaya hidup sehari-hari dapat diambil dari usaha berama itu. Apabila usaha itu
beruntung, maka mereka menikmati hasilnya secara bersama-sama. Hal ini
memerlukan manajemen yang tertaur dan rapi. Sebagai pimpinannya dapat ditunjuk
dari kalangan orang-orang yang tidak mampu itu atau ditunjuk dari kalangan
orang-orang yang tidak mampu itu atau ditunjuk orang lain yang ikhlas beramal
membantu mereka. Apabila hal ini ditangani dengan sungguh-sungguh, maka insya Allah
akan berhasil dan tidak lagi menjadi beban bagi anggota masyarakat. Zakat
adalah fardu ain atas tiap-tiap muslim yang telah memenuhi syaratnya. Kewajiban
zakat adalah berdasarkan Al-Qur‟an, Hadits dan Ijmak umat (kesepakatan
seluruh umat Islam). Pembayar wajib zakat adalah setiap muslim yang memiliki
satu nisab dari salah satu jenis harta yang wajib di zakati. Satu nisab harta
adalah jumlah minimal harta benda yang dimiliki, dan jumlah nisabnya tergantung
pada jenis harta benda yang dimiliki. Jenis harta yang wajib dizakati adalah
emas, perak, hasil tanaman, buah-buahan, barang-barang pedagang, binatang
ternak, barang tambang dan barang temuan dari harta terpendam. Zakat di atas
disebut zakat maal.
Zakat mal adalah zakat harta benda yang telah cukup
memenuhi syarat. Sedang zakat fitrah atau zakat badan adalah zakat yang dikeluarkan
setiap warga miskin sehubungan dengan selesainya melaksanakan ibadah puasa.
Ajaran zakat selain bernilai ibadah, juga bernilai sosial. Hail zakat
sesungguhnya dapat didayagunakan untuk kepentingan luas sebab dari member bahan
makanan kepada fakir miskin sehingga membuka kesempatan kerja agar si miskin
dapat berswadaya. Dari membangun Madrasah sekolah hingga memberikan beasiswa bagi
pemuda pemudi yang cerdas tetapi kekurangan biaya. Dari membebaskan mereka yang
tercekik hutang hingga menyantuni mereka yang bergerak diberbagai lapangan
juang. Zakat fitrah dapat diinfestasikan dengan syarat bahwa kebutuhan primer
orang-orang fakir miskin di seluruh Indonesia pada hari idul fitri telah
dicukupi dari sebagian pengumpulan zakat
fitrah. Modal dan keuntungan perusahaan yang didirikan dari hasil Zakat fitrah dipergunakan
untuk asnaf yang ada dan syiar Islam. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah
serta penginvestasiannya diatur dan dilakukan oleh pemerintah.
Pemerintah
menjamin dan bertanggung jawab terhadap keselamatan modal dan kelebihan yang
diperoleh dari zakat fitrah. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya bahwa
tiap-tiap harta
benda atau kekayaan dikenakan zakat apabila mencapai nisab dan haulnya.
Demikian juga semua bentuk pendapatan atau penghasilan dari perusahaan jasa
profesi atau gaji karyawan diwajibkan zakat. Zakat dapat dibayarkan setelah
habis haul atau perbulan pada saat penerimaan gaji tersebut.
Zakat
berperan membantu, mengurangi dan mengangkat kaum fakir miskin dari kesulitan
hidup dan penderitaan mereka. Membantu memecahkan permasalahan yang di hadapi
oleh
algharimin,
ibnu sabil dan para mustahik lainnya. Membina dan merentangkan tali solidaritas
(persaudaraan) sesama umat manusia. Mengimbangi ideologi kapitalisme dan
komunisme. Menghilangkan sifat bakhil dan loba pemilik kekayaan dan penguasa
modal. Menghindarkan penumpukan kekayaan perseorangan yang di kumpulkan di atas
penderitaan orang lain. Mencegah jurang pemisah kaya miskin yang dapat
menimbulkan malapetaka
dan kejahatan sosial. Mengembangkan tanggung jawab perseorangan terhadap
kepentingan masyarakat dan kepentingan umum. Mendidik untuk melaksanakan
disiplin dan loyalitas seseorang untuk menjalankan kewajibannya dan menyerahkan
hak orang lain. (Ibrahim 2006, hal 63).
Kesadaran
umat Islam yang makin tinggi untuk bersama-sama pemerintah ikut serta
memecahkan masalah-masalah social kemasyarakatan. Kehendak masyarakat membantu
di bidang pendidikan, pembinaan remaja, mengatasi masalah kependudukan,
memajukan program perbaikan gizi masyarakat, perbaikan lingkungan hidup. Bahkan
keinginan membantu di bidang perbaikan sarana-sarana fisik seperti jalan dan
jembatan. Di samping pembangunan fisik yang tradisional seperti mesjid dan
madrasah. Keinginan-keinginan seperti ini tumbuh wajar sebagai akibat dari
kesadaran masyarakat makin meningkat, oleh
upaya
pemerintah yang terus menerus mengajak partisipasi rakyat, maupun dorongan oleh
para pemimpin agama sendiri.
Dan
karena terbatasnya dana bantuan pemerintah, maka masyarakat kemudian menoleh
kepada potensi yang di anggap masih belum di gali dan bahkan di wajibkan oleh
agama adalah zakat. Lebih dari itu dorongan menunaikan ibadah zakat seharusnya
juga di pupuk, karena harapan kebaikan-kebaikan yang dapat di timbulkannya. Di
dalam sejarah agama Islam di turunkannya syariat zakat antara lain bertujuan
memelihara manusia dari kehinaan dan kemelaratan. Menguatkan persatuan dan
kesatuan umat manusia karena di tumbuhkannya solidaritas sosial secara nyata
dan terus menerus. Membantu memperlancar tugas-tugas untuk kepentingan umum
atau masyarakat luas. Membersihkan kekayaan dalam arti secara nyata menunaikan fungsi
sosial dari harta kekayaan. Menolong orang-orang berhutang yang tidak mampu
membayar untuk mengurangi ketegangan dan perselisihan di dalam masyarakat.
Mengurangi terjadinya akumulasi kekayaan pada beberapa orang/kelompok dan
membersihkan dari sifat rakus dan kikir. Usaha-usaha merealisir
pengembangan zakat dewasa ini terus berkembang.
Antara
lain dilakukan oleh pemerintah Daerah/Propinsi Daerah Khusus ibu kota Jakarta,
Jawa Barat, Daerah Istimewah Aceh, Sulawesi Selatan dan beberapa Propinsi
lainnya di Indonesia. Hal ini semua yang mendorong umat Islam Indonesia untuk menetapkan
dan mengembangkan pelaksanaan zakat secara lebih merata lagi. Baik di dalam
rangka menunaikan ajaran agama maupun untuk lebih kongkrit menunjukkan peran
sertanya di dalam
program-program pembangunan nasional yang dilaksanakan pemerintah berupa
pemecahan masalah kemiskinan, perbaikan lingkungan hidup, mencerdaskan kehidupan
bangsa, penyediaan sarana pendidikan dan peribadahan lainnya. (Ibrahim 2006,
hal 65).
Zakat
adalah potensi ekonomi dan sumber dana yang amat besar yang berasal dari
masyarakat Islam sendiri. Potensi ekonomi yang masih terpendam ini perlu digali
dan dikembangkan untuk membiyai aneka sektor pembangunan seperti sosial,
pendidikan, mental dan peningkatan produktivitas. Jika masyarakat Islam
Indonesia mengeluarkan zakat fitrah saja maka bisa menghasilkan trilyunan
rupiah. Apalagi bila ditambah dengan zakat mall itu lebih tinggi lagi nilainya
baik dari sector jasa (gaji, honorarium, upah) industri, perseroan, pertanian, perkebunan,
peternakan, perdagangan dan lain-lain. Apabila zakat
fitrah dan zakat maal dikelola dengan manajemen yang baik, maka dapat
dipastikan bahwa zakat-zakat tersebut menjadi kekuatan ekonomi dikalangan umat
Islam Indonesia. Yang fakir sudah bisa diangkat kehidupannya menjadi lebih
baik, demikian pula yang miskin, ibnu sabil dan lain-lain. Memang potensi zakat
dikalangan umat Islam Indonesia sangat besar, dan bisa membiayai kepentingan
umat Islam dalam berbagai bidang kehidupan
dan kemasyarakatan. (Fahrur 2011, hal 117).
Penulis: Safrida, MHI
(Sumber: https://www.academia.edu/34025447/FIQIH_ZAKAT_SHODAQOH_DAN_WAKAF )
Comments
Post a Comment