Skip to main content

Perkembangan Sukuk Negara Untuk Pembangunan Infrastruktur

Perkembangan Sukuk Negara Untuk Pembangunan Infrastruktur


Pengarusutamaan pembangunan infrastruktur nampaknya akan menjadi kebijakan berkelanjutan yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam APBN. Kebutuhan akan ketersediaan infrastruktur masih akan berlanjut sampai beberapa tahun yang akan datang. Untuk APBN tahun 2017 ini Pemerintah juga menetapkan pembiayaan infrastruktur menjadi salah satu bagian dari arah kebijakan fiskal.  Kebijakan tersebut ditempuh dengan  terus melakukan peningkatan belanja yang bersifat produktif seperti pembangunan infrastruktur dan konektivitas antarwilayah, pembangunan sarana dan prasarana ketenagalistrikan, perumahan, sanitasi dan air bersih.  Porsi pembiayaan infrastruktur yang terus mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun persentasenya terhadap total belanja negara dari tahun ke tahun sebagaimana tabel di bawah ini, menunjukkan arah kebijakan Pemerintah yang pro pembangunan infrastruktur.
Tabel 1. Alokasi APBN untuk Infrastruktur (triliun Rupiah)
Tahun
Alokasi dalam APBN
Belanja APBN
Prosentase terhadap APBN
2013
184,4
1683,0
11,0
2014
206,6
11,0
2015
290,3
2.019,8
14,4
2016
317,0
2.083,0
15,2
2017
346,6
2.070,5
16,7
Sumber: Kementerian Keuangan
Kebutuhan dana untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur sehingga masuk dalam kriteria mencukupi sangatlah besar. Beberapa ahli memperkirakan kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur sampai akhir tahun 2019 mencapai Rp2.900,00 triliyun. Kebutuhan dana tersebut tentu tidak dapat disediakan oleh Pemerintah saja. Saat ini Pemerintah telah keterlibatan swasta membangun infrastruktur dengan pola kerja sama pemerintah dan swasta (public private partnership). Proyek-proyek infrastruktur yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan berpotensi mendatangkan penerimaan (income streaming) seperti jalan tol diharapkan dapat dikerjakan oleh sektor swasta. Adapun proyek-proyek yang bersifat pelayanan publik (public services) seperti jalan negara, jembatan, sekolah dll disediakan oleh Pemerintah.
Sukuk Negara Berbasis Pembiayaan Proyek
Selain langkah-langkah tersebut, saat ini pemerintah telah membuat suatu terobosan untuk mencari sumber-sumber pembiayaan baru. Salah satu terobosan tersebut adalah dengan menerbitkan Sukuk Negara khusus untuk pembiayaan infrastruktur (project sukuk). Sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang nomor 19 tahun 2018 tentang Surat Berharga Syariah Negara, tujuan penerbitan SBSN atau Sukuk Negara adalah untuk pembiayaan defisit APBN dan pembiayaan proyek infrastruktur milik pemerintah. Peran Sukuk negara dalam membiayai pembangunan infrastruktur juga terus mengalami peningkatan. Sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan SBSN, pemerintah telah mengembangkan pembiayaan infrastruktur melalui penerbitan Sukuk Negara. Implementasi hal tersebut adalah dengan menerbitkan Sukuk Negara berbasis pembiayaan proyek atau Sukuk Negara dengan seri PBS (Project Based Sukuk) pada tahun 2012. Selain seri PBS, Sukuk Negara Ritel yang diterbitkan sejak tahun 2012 juga digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur.
Sukuk seri PBS terdiri dari dua jenis yaitu:
(1) project underlying sukuk, yang menggunakan proyek infrastruktur yang telah tercantum di dalam dokumen APBN sebagai dasar transaksinya. Sehingga, hasil penerbitan Sukuk Negara (proceeds) digunakan untuk mengganti dana yang telah dikeluarkan (revolving). Untuk jenis proyek yang dibiayai dengan mekanisme ini, biasanya proyek terlebih dahulu dibiayai dengan penerimaan negara yang bersumber dari pajak, dll. atau disebut rupiah murni. Setelah Sukuk diterbitkan, dana hasil penerbitannnya digunakan untuk mengganti dana tersebut.
(2) project financing sukuk (PFS), proyek infrastruktur yang akan dibiayai melalui penerbitan Sukuk Negara diusulkan oleh Kementerian/Lembaga melalui proses pengusulan proyek sesuai mekanisme APBN, yaitu melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan diusulkan ke Kementerian Keuangan untuk selanjutnya diusulkan dalam UU APBN tahun bersangkutan. Proyek infrastruktur baru dapat dibiayai melalui penerbitan Sukuk Negara setelah proyek tersebut tercantum dalam dokumen APBN, sehingga sumber pembiayaan proyek tersebut semata-mata hanya bersumber dari Sukuk Negara (earmarked).
Seiring dengan peningkatan pemahaman para pemangku kebijakan termasuk Kementerian dan Lembaga Pemerintah, penerbitan PFS dari waktu ke waktu menunjukkan perkembangan, sebagai mana tercantum pada tabel di bawah ini:
Tabel 2
Pagu dan jenis proyek yang dibiayai dengan PFS
Tahun
Pagu (triliun)
Jenis proyek
2013
Rp 0,7
Pembangunan jalur ganda rel KA
2014
Rp 1,371
Pembangunan jalur ganda rel KA, pembangunan asrama haji
2015
Rp 7,135
Pembangunan jalur elevated track KA, pembangunan kampus UIN, pembangunan/reha KUA dan balai nikah
2016
Rp 13,677
Pembangunan jalur ganda dan jalur layang rel KA, pembangunan jalan dan flyover lintas Sumatera, pembangunan kampus UIN, asrama haji dan KUA.
2017
Rp 16,76
Penyelenggaraan jasa perkeretaapian, pembangunan jalan dan sumber daya air, pembangunan kampus UIN, asrama haji dan KUA.
Sumber: Direktorat Pembiayaan Syariah, 2016
Seiring dengan kebijakan Pemerintah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur di seluruh tanah air, peran SBSN PBS di masa depan akan terus meningkat. SBSN PBS sebenarnya sangat potensial untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang berskala besar. Kemampuan SBSN PBS dalam membiayai proyek berskala besar dapat dilihat dari hasil penerbitan SBSN dengan seri PBS per tahunnya.
===================
Penulis: Eri Hariyanto *)
Direktorat Pembiayaan Syariah DJPPR Kementerian Keuangan
*)Tulisan adalah pendapat pribadi dan bukan kebijakan dari institusi tempat penulis bekerja

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...