Skip to main content

Islamicpreunership, Sebuah Ibadah dan Penciptaan Nilai yang Solutif

Islamicpreneurship, Sebuah Ibadah dan Penciptaan Nilai Yang Solutif

Data Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia 2010 menyebutkan bahwa komponen konsumsi menduduki porsi pengeluaran terbesar, yaitu 56.7% dari PDB. Hal ini jauh lebih besar daripada pengeluaran investasi sebesar 32.5% dari PDB.  Padahal menurut teori ekonomi, investasi menambah jumlah barang modal perekonomian sehingga memperbesar kapasitas produksi suatu bangsa dalam menghasilkan output (PDB) di masa depan.
Selain itu investasi juga penting dalam perekonomian karena investasi menciptakan kesempatan kerja baru. Hal tersebut kemudian dapat menjelaskan banyak hal, mengapa, meskipun pendapatan nasional kita terus bertambah secara signifikan, angka kemiskinan hanya turun sebesar satu persen (13,33% pada tahun 2010 dan 12,49% pada tahun 2011). Padahal, indikator yang dipatok BPS untuk menjelaskan angka kemiskinan (pengeluaran di bawah Rp 8.000/hari) masih berada jauh di bawah Bank Dunia (US$ 2 atau sekitar Rp 18.000/hari). Angka pengangguran pun demikian, hanya berkurang nol koma sekian persen, dari 6,80 pada Februari 2011 menjadi 6,36 pada Februari 2012. Permasalahan inilah yang membuat keberadaan anseorang entrepreneur menjadi sangat penting.

Semakin banyak jumlah entrepreneur di suatu negara, maka akan semakin tinggi tingkat investasi kita, sehingga dalam jangka panjang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang sustainable. Hal ini dikarenakan konsumsi tidak akan mampu terus tumbuh dalam jangka panjang tanpa peningkatan kapasitas produksi nasional melalui investasi. Pertumbuhan ekonomi membutuhkan investasi karena output (PDB) adalah fungsi dari input, maka pertumbuhan output hanya dapat terjadi karena pertambahan input (investasi) atau peningkatan produktivitas akibat perkembangan teknologi. Sedangkan, tingkat konsumsi yang tinggi dapat membatasi potensi pertumbuhan karena konsumsi yang tinggi mencerminkan rendahnya tingkat tabungan sedangkan tingkat tabungan suatu masyarakat menunjukkan ketersediaan sumber daya untuk investasi (Batubara, 2012).

Ada banyak definisi mengenai kata entrepreneur. Veithzal Rivai, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah dalam presentasinya di Sharia Economics This Year (SETY) 2012 Universitas Gajah Mada menyatakan bahwa enterepreneur(wirausahawan) merupakan seseorang yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide dan sumber daya untuk menemukan peluang dan perbaikan hidup. Sedangkan menurut Ciputra, salah satu sosok sukses pengusaha Indonesia, menyatakan bahwa entrepreneur adalah seseorang yang mampu mengubah kotoran dan rongsokan menjadi emas. Sedangkan kata entrepreneurship sendiri didefinisikan oleh Peter Kilby sebagai ‘the attempt to create value through recognition of business opportunity, the management of risk taking approriate to the opportunity, and through the communicative and management skills to mobilize human, financial, and resources necessary to bring a project to fruition’. Dari beberapa kesimpulan diatas dapat disimpulkan bahwa entrepreneur merupakan orang yang melakukan prinsip-prinsip entrepreneurship, yaitu menciptakan nilai melalui usaha-usaha yang kreatif dan inovatif.

Seorang entrepreneur Islami,mari kita sebut Islamicpreneur, tidak hanya berani mengambil resiko, bisa menciptakan dan memanfaatkan peluang, tetapi juga menebarkan nilai-nilai mulia yang sesuai dengan ajaran Islam. Seorang Islamicpreneur akan meniatkan bisnisnya sebagai ibadah kepada Allah, sebagai salah satu usahanya untuk memenuhi tugas manusia sebagai khalifah fil ardl. Islam sendiri telah mengajarkan budaya entrepreneurship melalui Al-Quran serta sosok Nabi SAW dan beberapa sahabat yang juga merupakan pengusaha. Tidak kurang terdapat 41 dari 114 surah dalam Al-Quran yang menyinggung kata rezeki, termasuk amalan-amalan lainya seperti tijarah, barakah, infak, shadaqah, syarikah, bahkan riba yang memberikan spirit kewirausahaan untuk meraih keuntungan, kemuliaan dan keberkahan.Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda, , “Tiada seorang yang makan makanan yang lebih baik dari makanan dari hasil usahanya sendiri (wirausaha). Sesungguhnya Nabi Daud, itupun makan dari hasil usahanya sendiri (wirausaha)” (H.R. Bukhari).

Melalui Nabi Muhammad, Allah SWT telah memilihkan kita sosok teladan pengusaha Islami. Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat menjadi rasul Allah merupakan seorang pengusaha. Bahkan, kehidupan beliau sebagai pedagang (25 tahun) lebih lama dibandingkan dengan kehidupan beliau sebagai Rasulullah (23 tahun).Menurut Bambang Trim ada empat karakter dasar pada pembentukan jiwa entrepreneur Rasulullah sehingga menjadi entrepreneur sukses, yaitu :
  1. Integritas
Rasulullah dikenal masyarakat sebagai pribadi yang jujur dan bersih. Kejujuran inilah yang menjadi kunci utama kesuksesan Nabi Muhammad SAW dalam berdagang.
1. Loyalitas
Nabi Muhammad SAW merupakan pebisnis yang memiliki loyalitas tinggi terhadap pamannya, sehingga saat Khadijah menawarinya sebagai rekan bisnis Nabi menyerahkan keputusannya kepada paman beliau. Dalam hal berdagang, NabiMuhammad mempratekkan sifat loyalnya kepada pelanggan dengan memberikan pelayanan terbaik sehingga pelanggan juga loyal padanya.
2. Profesionalitas
Keprofesionalitasan Nabi SAW dalam berbisnis terlihat saat beliau melakukan kerja sama dagang dengan Khadijah sampai mereka menikah, dimana Nabi Muhammad menjadi manajer dagang dengan menggunakan hukum dan standard pemasaran modern.
3. Spiritualitas
Nabi Muhammad dalam melakukan kegiatan perniagaannya tidak lupa untuk bermuhasabah kepada sang Khaliq.Prinsip dasar dalam kewirausahaan Islami (Islamicpreneurship) adalah Al-Quran dan Al-Hadits. Bahkan, jika dihubungkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, ‘Sebaik-baik manusia diantara kalian adalah dia yang dapat memberikan manfaat bagi manusia lainnya’, maka seorang Islamicpreneur seharusnya juga merupakan seorang sociopreneurSociopreneur merupakan wirausahawan yang melakukan bisnis bukan hanya untuk mencari keuntungan atau kekayaan sebanyak-banyaknya, tetapi juga untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di masyarakat.

Seorang Islamicpreneur menjadikan pertimbangan agama sebagai landasan kerjanya. Ia akan menyadari bahwa, selain softkill dan hardskill, nilai-nilai spiritual juga merupakan hal yang sangat penting diterapkan dalam dunia usaha. Nilai-nilai tersebut selain memberikan keuntungan jangka panjang, keberkahan dan ketentraman hati, juga lebih akrab dengan lingkungan dan berusaha memuaskan semua pihak yang terlibat. Sehingga, aktivitas bisnis seorang Islamicpreneur merupakan aktivitas vertikal (transenden), yakni beribadah kepada Allah dan aktivitas horizontal, yakni berupa kepedulian terhadap karyawan, pelanggan, lingkungan dan masyarakat sekitar.

Sebagai seorang muslim kita seharusnya menyadari bahwa Islam mendorong umatnya untuk bekerja keras dan saling membantu untuk meraih kesejahteraan. Entrepreneur bagi seorang muslim bukan hanya sebuah profesi namun lebih berkaitan dengan mindset dan karakter mental seseorang muslim yang mendayagunakan motivasi dan kreativitas dirinya untuk memberikan nilai tambah bagi diri sendiri maupun masyarakat dalam rangka mencapai ridha Allah SWT. Jiwa entrepreneurship  bukanlah merupakan faktor keturunan dan bukan pula hasil pendidikan yang instan. Hasil penelitian Collin dan Moores (2964) dan Zaleznik (1976) menyimpulkan bahwa, ”The act of entrepreneurship is an act patterned after modes of coping with early childhood experience.” Karena itulah mari kita tumbuh dan kembangkan jiwa entrepreneurship kita mulai hari ini.

Entrepreneurship merupakan nilai dari suatu generasi. Tanpa entrepreneur maka suatu generasi akan kehilangan esensinya. Menurut Prof. Lester C Thurow dalam bukunya Building Wealth, ‘tidak ada institusi yang dapat menggantikan peran individuentrepreneur sebagai agen-agen perubahan’. Seorang entrepreneur merupakan seseorang yang mampu menciptakan solusi bagi dirinya, bagi masyarakat sekitarnya dan bagi negaranya. Entrepreneurtidak hanya mampu menciptakan peluang bagi diri sendiri saja, namun ia juga mampu melakukan perubahan yang dramatis dan kreatif, menghasilkan produk akhir yang disambut pasar dan mampu melipatgandakan sumber-sumber daya yang ia miliki. (Imaroh)

Referensi :
Antonio, Syafi’i. Strategi Sukses Bisnis dan Entrepreneurship Rasulullahwww.tazkiaonline.com. Diakses pada tanggal 31 Maret 2011 Pukul 12.40
Fariz, Muhammad dan Muhammad Mufli. 2012. Youth Islamic Entrepreneur Program (YIEP) Berbasis The Success Triangle Values : Upaya Mereduksi Youth Employment Crisis Di Indonesia. Paper dalam Kompetisi Karya Tulis Ekonomi Islam Sharia Economics This Year 2012
Batubara, Rumayya. Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Konsumsi: Peluang atau Ancaman?. Dipublikasikan pada Majalah SEKTOR Fakultas Ekonomi dan Bisnis  Universitas Airlangga 2012.
( Sumber: http://fossei.org/2016/02/02/islamicpreneurship-sebuah-ibadah-dan-penciptaan-nilai-yang-solutif/ )


Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah?

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah? By  Nizar Alshubaily Editor: Ust Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Recent debates in social media still point to a level of unease about what constitutes currency in Shariah and doubts remain about paper money.  Some claim that paper money is Haram, and insist that only gold and silver are legitimate currencies. Others demand that paper money must be backed by gold and silver. Some see paper money as a product of the interest-bearing international banking system, and therefore non-Shariah compliant.  Some of the statements made concerning currencies in Shariah claim that Fiat currencies are Haram since they are based on debt and interest, while other statements claim that Shariah requires a currency to have intrinsic value. Yet others believe gold and silver are Sunnah, specifically Sunnah Taqririya, one of the three types of Sunnah, more related to tacit approval.  Nothing could be further from the truth....