Skip to main content

Investasi Emas

Investasi Emas


Emas adalah salah satu alternative investasi yang sangat menguntungkan. Nilai investasinya yang tidak tergerus inflasi, tren harga yang terus meningkat, ditambah lagi transaksi jual belinya fleksibel dan pasar terbuka, membuat komoditas itu menjadi pilihan alternatif investasi. Hal itu pula yang mendorong lembaga jasa keuangan ikut menawarkan produk gadai emas, jual beli murabahah emas, dan qiradh emas
Salah satu produk unggulan bank syariah saat ini yang banyak diminati dan laris manis, adalah produk gadai emas. Produk ini selain benuansa investasi, juga mendorog kegiatan wirausaha (bisnis). Mekanismenya, seorang nasabah membeli emas batangan di Antam atau di toko-toko emas, lalu mengadaikankannya ke bank syariah untuk mendapatkan modal usaha, Misalkan harga emas Rp 20. Juta, maka nasabah mendapat dana cash secara mudah dan sangat cepat (15-30 menit), sebesar 92 % dari harga emas saat itu. Jangka waktu gadai selama empat bulan ( dapat diperpanjang), dengan biaya ijarah penyimpanan emas sangat murah dan tejangkau, biasanya 1,5 % sebulan.
Seorang nasabah pengusaha, selain mendapatkan modal dan keuntungan, juga memiliki asset berupa emas yang nilainya terus menaik. Produk gadai emas sejatinya, diperuntukkan bagi pengusaha kecil atau menengah, bukan untuk kegiatan berkebun emas yang tidak produktif dan rawan default. Emas yang digadaikan berkali kali (produk berkebun emas) berpotensi besar mengalami kemacetan, karena nasabah harus menebus berkali-kali lipat, sesuai dengan berapa kali nasabah menggadaikan emas tersebut. Potensi default yang besar ini tentunya menjebak nasabah dalam hutang yang besar dan ini tentunya merugikan nasabah sendiri. Bagi investor yang kelebihan uang, maksimal dibenarkan melakukan gadai emas sebanyak dua kali, namun tetap diperuntukkan bagi modal usaha, bukan untuk investasi spekulatif semata yang tidak menyentuh sector riil.
Investasi emas dapat pula dilakukan dengan qiradh dinar. Nasabah yang memiliki uang, membeli dinar, misalnya 20 dinar, selanjutnya dinar tersebut diinvestasikan ke sebuah lembaga pedagang dinar dengan system mudharabah (qiradh). Nasabah akan mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil dari hasil perdagangan (sharf) dinar. Dalam satu tahun nasabah biasanya mendapatkan keuntungan 1 sd 2 dinar, sebuah keuntungan yang menjanjikan, mengingat nilai dinar juga meningkat setiap tahunn.
Selain kedua bentuk investasi emas di atas, Investasi emas dapat pula dilakukan dengan pembelian (murabahah) emas ke Pegadaian Syariah. Perum Pegadaian Syariah melalui produk Mulia (Murabahah Emas Logam Mulia Investasi Abadi) yang memfasilitasi para pemburu emas batangan dengan cara tunai ataupun kredit. Dalam investasi ini, nasabah membeli emas batangan secara cicilan setiap bulan dengan harga emas saat terjadinya akad, Setelah berlangsung 1 tahun, misalnya, nasabah telah memiliki emas batangan yang dicicilnya selama 12 bulan. Bagi masyarakat yang memiliki dana terbatas tetap bisa memiliki emas bantangan yang dibeli dengan cara kredit. Pilihan kredit mulai dari 6 bulan hingga 36 bulan. Prosesnya juga cepat, cukup menyerah-kan bukti identitas diri, kartu keluarga, dan uang muka sebanyak 20% dari harga jual pada hari itu. Investasi ini sangat menguntungkan nasabah, karena nilai emas lagi-lagi selalu naik setiap tahunn, nasaah bisa memilikinya dengan cara cicilan.
,Dilihat dari skemanya, produk gadai emas, murabahah emas atau qiradh emas memberi banyak kemudahan dan keuntungan, Emas memiliki keunggulan yang luar biasa, baik secara ekonomi mikro maupun makro. Emas satu-satunya komoditi yang nilainya terus menaik. Lihatlah data tahun 1971, harga 37 dolar setiap 1 Oz emas , sekarang sudah menjadi 1300 dolar, suatu lanjakan harga yang spektakuler. Karena itu saat ini emas menjadi pilihan investasi individu,bahkan Negara.
Menurut Dr. Martin Murenbeeld – Chief Economist dari Dundee Wealth Economic ada beberapa faktor systemic yang akan terus mendorong naiknya harga emas.
Pertama Gold Is Not Bubble – harga emas adalah harga barang yang secara fisik tidak pernah kehilangan nilainya dalam sejarah peradaban manusia. Jadi tingginya harga emas bukan gelembung atau bubble – yang bisa meletus dan kehilangan nilainya.
Kedua Mine Supply Is Flat – Sumber-sumber emas dari galian tambang baru relatif tidak bisa mengejar pertumbuhan permintaan, selama 20 tahun terakhir galian baru ini hanya menambah supply sebesar 25 % atau rata-rata 1.25% saja per tahun.
Ketiga Investment Demand – karena kekawatiran terhadap berbagai instrumen investasi lainnya, permintaan investasi pada emas akan terus meningkat secara global. Sejak awal 2009 permintaan emas dunia terus meningkat – bahkan pada kwartal kedua tahun ini permintaan tersebut dua kali lebih besar dari periode yang sama tahun sebelumnya. Ini yang menjelaskan mengapa sepanjang tahun ini harga emas dunia tidak turun-turun.
Keempat Geopolitical Environment – Secara historis harga emas selalu tinggi pada saat terjadi gejolak politik maupun finansial. Puncak harga emas dunia misalnya pernah terjadi di tahun 1980 ketika terjadi krisis penyanderaan warga AS di Iran yang nyaris memicu perang besar. Tahun- tahun mendatang masih  banyak sumber konflik global yang bisa meledak kapan saja. Setelah meredanya krisis Iraq misalnya, masih ada krisis di Afganistan yang dipicu serangan tentara AS dan sekutunya ke negeri itu, krisis Palestina yang dipicu pendudukan tentara yahudi yang tidak berhak atas wilayah itu, keberanian Iran untuk terus menyiapkan program nuklirnya, demikian pula ancaman Korea Utara yang bisa nekat kapan saja.
Selanjutnya secara makro, investasi emas akan mengurangi inflasi yang selama ini terus membayangi ekonomi berbagai negara. Inflasi sesungguhnya adalah suatu kemudhratan ekonomi yang harus ditekan. Salah satunya ialah dengan menginvestasikan uang kertas dalam bentuk cadangan emas.
Ketika emas diwujudkan sebagai alat tukar, maka penerapannya juga akan mewujudkan stabilitas ekonomi makro-mikro, sehingga ekonomi negara tidak terombang-ambing dan tidak mengalami volatilitas. Hasil penelitian Esquivel and Larrain (2002) menunjukkan bahwa volatilitas sangat berpengaruh terhadap penurunan export dan investasi.
Selanjutnya penerapan emas sebagai sarana investasi apalagi sebagai mata uang, akan menjadi kontribusi nyata sistem moneter syariah yang ikut memperkuat sistem perekonomian nasional.
=================
Tulisan: Agustianto M.Ag

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...