Skip to main content

Hukum Jual Beli Barang Cina

Hukum Jual Beli Barang Cina
Bolehkah menjual barang cina? Krn diproduksi di cina, diimpor ke tanah air.. sementara cina juga negeri kafir.
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Pada asalnya, semua barang yang halal manfaat, halal diperjual belikan. Terlepas siapapun yang memproduksi. Termasuk orang kafir. Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam diutus, penggunaan mata uang emas dan perak telah lama berlaku di jazirah arab. Mata uang emas dan perak yang beredar dan digunakan pada saat itu ada yang dicetak oleh imperium Romawi dan Persia, ada pula dalam bentuk emas dan perak mentah (24 karat) yang tidak dicetak. Hanya dua uang ini yang beredar dan berlaku pada masa Nabi dan masa Khulafa ar-rasyidin. Sementara fulus (uang yang terbuat dari selain emas dan perak, dan umumnya tembaga) hanya berlaku untuk membeli barang yang harganya murah.
Demikian pula dalam produk yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenakan pakaian dari luar negeri islam, seperti jubah dari Yaman, yang waktu itu mayoritas penduduknya beragama nasrani. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menceritakan,
لَقَدْ رَأَيتُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلم أَحسَنَ مَايَكونُ مِنَ الثِّيَاب اليَمَنِيّة
"Sungguh aku pernah melihat, baju yang paling bagus yang dipakai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah baju dari Yaman". (HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, 12884).
Cerita lain disampaikan Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كُفِّنَ فِى ثَلاَثَةِ أَثْوَابٍ بِيضٍ سَحُولِيَّةٍ
“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dikafani dengan 3 lembar kain putih Sahuliyah.” (HR. Bukhari 1273 & Muslim 2225). Disebut kain Sahuliyah karena didatangkan dari Sahul, nama suatu daerah di Yaman. Ini menunjukkan, interaksi kaum muslimim dalam menggunakan produk buatan negara non muslim, sudah menjadi hal yang biasa sejak awal islam. Selama produk itu halal dimanfaatkan, maka halal untuk diperdagangkan.
Bagaimana dengan Masalah Kualitas?
Mungkin bagian ini yang dipermasalahkan. Artinya, produk cina yang dimaksud bukan masalah didatangkan dari negeri kafir. Karena penanya juga tidak mempermasalahkan produk dari jepang atau negeri kafir lainnya. yang menjadi masalah adalah soal kualitas. Di masyarakat kita, produk cina selalu dinilai kualitas kelas bawah. Dan dalam masalah jual beli, penjual boleh saja menjual barang dengan produk yang lebih rendah, dengan syarat dia harus jujur kepada calon konsumennya.
Kata orang, ‘Ono rego, ono rupo’. Produk dengan kualitas tinggi, tentu harganya berbeda dengan produk yang kualitasnya rendahan. Sehingga, yang penting di sini adalah hindari pembohongan terhadap publik.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ
“Barangsiapa yang menipu, maka dia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban 567 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Dalam riwayat lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau bercerita,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ « مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ ». قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan (yang dijual), lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, ternyata tangan beliau menyentuh makanan yang basah, maka beliaupun bertanya, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Sang pemiliknya menjawab, “Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda,
“Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim 102).
Ketika beliau menyebut, “tidak termasuk golongan kami.”, ini menunjukkan perbuatan tersebut termasuk dosa besar.
Tidak jadi masalah menjual barang dengan kualitas lebih rendah, asal konsumen tahu. Sehingga dia punya posisi untuk menawar sesuai kelasnya.
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina  Konsultasisyariah .com. Sumber:  https://konsultasisyariah.com/31980-hukum-jual-beli-barang-cina.html )



Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah?

Paper Money: What Constitutes Currency in Shariah? By  Nizar Alshubaily Editor: Ust Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Recent debates in social media still point to a level of unease about what constitutes currency in Shariah and doubts remain about paper money.  Some claim that paper money is Haram, and insist that only gold and silver are legitimate currencies. Others demand that paper money must be backed by gold and silver. Some see paper money as a product of the interest-bearing international banking system, and therefore non-Shariah compliant.  Some of the statements made concerning currencies in Shariah claim that Fiat currencies are Haram since they are based on debt and interest, while other statements claim that Shariah requires a currency to have intrinsic value. Yet others believe gold and silver are Sunnah, specifically Sunnah Taqririya, one of the three types of Sunnah, more related to tacit approval.  Nothing could be further from the truth....