Skip to main content

Cara Berniaga Rasulullah

Cara Berniaga Rasulullah
Walaupun dahulu aktivitas berdagang sempat dipandang sebelah mata, namun kenyataannya sekarang banyak orang mulai tertarik menjadi entrepreuner dan membuka usaha dagang. Dalam islam sendiri, bergadang atau berwirausaha dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang mulia, bahkan mempermudah datangnya rezeki Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan dalam suatu hadist terkemuka yang berbunyi,
 “Sembilan dari sepuluh pintu rezeki ada dalam perdagangan”
Rasul kita, Nabi Muhammad SAW juga seorang pedagang  sejati. Disebutkan dalam sejarah bahwa beliau memulai bisinisnya sejak berusia 12 tahun. Beliau dikenal sebagai pedagang yang jujur, ramah bahkan sukses. Kesuksesan nabi Muhammad SAW dalam berwirausaha tidak hanya sekedar dalam hal materi saja. Tapi juga keberkahan rezeki yang diperoleh serta memupuk tali persaudaraan antar muslim (dalam artian memperbanyak patner kerja atau kenalan-kenalan baru).
Nah, berikut ini beberapa cara berdagang Rasulullah SAW yang bisa kita contoh untuk mengembangkan bisnis agar lebih sukses dan diridhoi Allah Ta’ala.
1. Diniatkan karena Allah SWT (Lillahi Ta’ala)
“Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang ia niatkan. Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka ia akan mendapat pahala hijrah menuju Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang ingin diperolehnya atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka ia mendapatkan hal sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim).
Dasar utama Rasulullah SAW berdagang yakni atas niat karena Allah, lillahi Ta’ala. Bukan untuk memupuk harta, mencari keuntungan sebanyak-banyaknya ataupun untuk memikat wanita. Tidak sama sekali! Awal Beliau memulai berdagang, saat itu usianya masih 12 tahun. Rasul berdagang dengan mengikuti pamannya, Abdul Munthalib hingga ke negeri Syam (Suriah). Ketika usianya menginjak 15-17 tahun, Rasul telah berdagang secara mandiri. Beliau berhasil memperluas bisnisnya hingga ke 17 negara. Sampai-sampai Beliau disebut sebagai khalifah (pemimpin) dagang dan hingga pada akhirnya kecakapannya dalam berdagang mengundang perhatian janda Kaya raya berna Siti Khadijah. Beliau pun menikahi Khadijah dan usaha dagangannya menjadi semakin sukses. Ya, itulah buah dari sebuah niat yang tulus. Segala sesuatu yang diniatkan untuk mencari ridho Allah, pasti akan memudahkannya. Maka itu, awali usaha dengan niat lillahi Ta’ala.
2. Bersikap jujur
Dalam menjalani aktivitas kesehariannya, termasuk berdagang, Rasulullah SAW dikenal akan kejujurannya. Beliau tidak pernah mengurangi takaran timbangan, selalu mengatakan apa adanya tentang kondisi barang, baik itu kelebihannya ataupun kekurangan barang tersebut. Bahkan tak jarang Rasul melebihkan timbangan untuk menyenangkan konsumennya. Atas kejujurannya itu, beliau pun dianugerahi julukan Al-Amin (yakni seseorang yang dapat dipercaya).
Pentingnya bersikap jujur dalam berdagang juga disinggung oleh Allah SWT dalam beberapa ayat di Al-Quran, diantaranya yakni:
“Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan, dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi ini dengan membuat kerusakan.” (QS. AsySyu’araa: 181-183)
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.” (QS. Ar Rahmaan:9)
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”. (QS. Al An’aam: 152)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. ItuIah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. Al lsraa: 35)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:“Sesungguhnya para pedagang (pengusaha) akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai para penjahat kecuali pedagang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur.” (HR. Tirmidzi)

3Menjual barang berkualitas bagus
Prinsip berikutnya yang dianut oleh Rasulullah SAW dalam berdagang yakni menjaga kualitas barang jualannya. Beliau tidak pernah menjual barang-barang cacat. Sebab itu akan merugikan pembeli dan bisa menjadi dosa bagi si penjual.
Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, tidak halal bagi seorang muslim untuk menjual barang yang ada cacatnya kepada temannya, kecuali jika dia jelaskan. (HR. Ibn Majah)

Comments

Popular posts from this blog

Islamic Agriculture Finance for Rural Economy

Islamic Agricultural Finance is an Ideal  Product for the Development of Rural  Economy  The agriculture sector lacks financial resources, due to which small-scale farmers are facing a lot of problems, consequently affecting the agriculture and livestock sector. But in Muslim countries including Pakistan, the primary the reason behind the lack of financial inclusion in the agricultural sector is unavailability of such financial products that are in correlation with the religious and social belief of the Muslims and if we want to promote agriculture and livestock then we have to introduce such financial products which are in accordance with their religious beliefs, therefore, the use of Islamic Agriculture Finance is necessary for the development of the rural economy especially in Muslim majority countries. These thoughts were expressed by Mr. Muhammad Zubair Mughal, the Chief Executive Officer of Al Huda Center of Islamic Banking and Economics in a seminar in ...

The Usurers: How Medieval Europe circumvented the Church’s ban on Usury

The Usurers: How Medieval Europe Circumvented the Church’s Ban on Usury Some observers may see resemblances between the Medieval European methods of circumventing the Church’s ban on interest, and some financial structures utilized today by Islamic Banks. To be fair, while a very small number may be true, it’s certainly in my experience very limited and is not representative of Islamic banking institutions. Any resemblances are superficial but may seem to be the same for the observer with limited knowledge of Shariah rules. We must not however underestimate the will of people to circumvent the law for their personal profit. This is a common feature in humanity, regardless of the geography or religion. Christianity had a ban on interest, very similar to Shariah. It also had its share of those who played financial tricks to illegitimately profit from earning forbidden interest. Some observers belittle the role the prohibition of interest had in Europe, and may view i...

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions

Portfolio and Default Risk of Islamic Microfinance Institutions By: Dr. Luqyan Tamanni, MEc Editor: Ustaz Sofyan Kaoy Umar, MA, CPIF Abstract Islamic microfinance is a growing sector that is expected to provide a long-term solution to poverty in the Muslim world. The role of microfinance institutions in poverty alleviation is still debatable, however, established literature provides assurance that microfinance does contribute to the development of the financial sector and reduction of poverty in developing countries. The rise of competition in the microfinance sector has forced many microfinance institutions to resort to commercial funding and lending activities, which according to some studies has led microfinance institutions to become riskier. The paper explores portfolio and default risk of Islamic Microfinance Institutions (IMFIs) and finds that they are facing relatively lower risks than conventional MFIs. Using Ordinary Least Squares regression to analyse port...